Selasa, 19 Agustus 2014

Small Traveling, Big Story!

Setelah baca buku traveling, saya teringat pada masa masa saya masih memulai petualangan saya di perantauan. Dimulai dari naik pesawat, yang dulunya saya hanya kegirangan di lapangan sekolah kalau melintas di udara.


Akhirnya pada tahun 2010 saya naik pesawat juga untuk pertama kalinya. Senangnya bukan main, sampai memperhatikan pramugari yang sedang memberi pengarahan keselamatan, membaca habis majalah dan brosur pesawat, dan yang paling utama bisa melihat awan serta pemandangan di bawah.

Dua bulan yang lalu ketika saya bepergian dinas dan cuti pulang, saya selalu mendapat tempat di kursi jendel atau pintu darurat. Dibenak saya hanya satu yaitu penasaran ingin mencoba membuka pintu darurat tersebut walau cuma sekali. Haha. Terlalu ekstrim sepertinya.

Untuk jalur darat saya sering naik angkutan umum, tempat saya kuliah dulu di Bogor dijuluki Kota Seribu Angkot, waktu itu saya bercita-cita ingin mencoba semua jalur/trayek angkot, tapi karena waktu dan dana sangat terbatas sampai sekarang masih belum terlaksana.

Banyak cerita saat saya menggunakan moda transportasi ini, mulai dari risihnya saat melihat dua sejoli mesra-mesraan di pojokan angkot, Naik angkot isinya perempuan semua, sampai bagaimana sebalnya saat ngetem (Nunggu penumpang).
Perjalanan angkot terjauh saya pernah dari Gunung Halimun sampai Kota Bogor. 
Menurut saya angkot merupakan armada yang cukup tangguh di segala medan.

Selain angkot, saya juga pernah naik taksi argo, itupun darurat karena tidak ada lagi angkutan umum tengah malam, jadi saya coba pakai taksi. Menurut saya naik taksi, ini prestisenya sedikit berbeda, terkesan lebih elit. Diantar dan dijemput seperti kendaraan pribadi. Ya walaupun ongkosnya agak merogoh kantong lebih dalam.

Bus transjakarta. Pertama kali saya naik bus ini tahun 2011 saat libur hari nyepi, saya sengaja naik bus ini biar pernah merasakan saja. Hehe. Bagaimana jadi orang jakarta dengan ketenaran busway nya ini.

Menurut saya, bagi kalian yang ingin berkeliling jakarta tanpa sanak famili, bisa coba transportasi ini dan harga tiketnya murah serta cukup satu kali beli, bisa transit dan turun dimana saja. Transportasi ini juga memberikan layanan Voice guide sehingga anda dijamin tidak bakalan kelewatan halte.

Untuk transportasi darat yang terakhir saya sudah coba kereta listrik (KRL), Waktu zaman saya dulu, masih terbagi 3 kereta, ekonomi, ekonomi ac dan eksekutif. Dan sekarang digabung menjadi satu moda angkutan disebut commuter line.

Kalau kereta ekonomi dulu, saya betul betul merasakan bagaimana padatnya arus balik orang kerja dari jakarta ke bogor, tempat berdiri saja susah, apalagi duduk. Duduk itupun sudah dekat dengan stasiun kota bogor karena sudah banyak penumpang yang turun. Yang saya tak habis pikir, didalam sumpeknya kereta itu, masih ada saja yang jualan pake keranjang, mulai dari buah, makanan sampai kartu perdana.
Sayangnya saya belum pernah naik kereta api jarak jauh. Someday I will!

Dan paling berkesan dari semua itu adalah saat saya naik kapal laut ke Surabaya, waktu itu saya masih SMP. Dari subuh sampai menjelang magrib saya dibuat lemas sama mabuk laut. Isi perut saya sudah kosong semua dikeluarkan, sampai asam lambung (kuoyo : Bahasa jawa) ikut keluar. Rasanya pahit. Saya juga sudah menenggak obat anti mabuk 2 biji tapi juga tidak mempan.
Sungguh perjalanan yang melelahkan saat itu.

Apakah saya sekarang masih mabuk laut?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar