Jumat, 08 Agustus 2014

Orientasi atau disorientasi?

Tadi pagi saya memandangi sepintas melihat anak anak berseragam putih abu, biru dan merah menuju sekolah. Ya hari ini memang hari pertama sekolah setelah sekian lama libur.
Pemandangan yang sudah tak ayal lagi di kala memasuki dunia pendidikan semester baru. Artinya teman baru, seragam baru dan orientasi lama. Loh, kenapa tidak baru?

Orientasi sekolah ataupun OSPEK di kalangan universitas tidak banyak memberikan manfaat , yang ada adalah dipermalukan di depan orang banyak. Katanya sih untuk menguji mental. Yang saya herankan ini, sebetulnya mau sekolah atau mau syuting acara uji nyali tengah malam. Miris memang, dari zaman dahulu sampai sekarang. Agendanya itu pasti rambut dikuncir, pake topi ulang tahun lah, tas goni, dan hal hal yang tidak nyambung lainnya.

Saya bukan apatis terhadap hal hal semacam itu, saya bukan merasa tersakiti dengan hal hal tersebut berlaku pada saya waktu masa sekolah dulu. Tapi apakah perlu dibuat seperti itu? Semuanya hanya akan terlihat sebagai pembodohan publik.

Anak akan merasa dipermalukan, dan itulah sebabnya mereka menjadi dendam, dan membuat siklus pembodohan publik ini berlanjut dari generasi ke generasi. Yang lebih fatal lagi, ada kegiatan kegiatan orientasi akademi yang sampai merenggut nyawa. Ini sebetulnya mau ke sekolah atau ke penjara. Hukumannya sampai fisik, Orang tua saya pribadi saja tidak pernah memukuli saya kalau salah. Lantas mereka menghabisi nyawa seseorang yang ingin menuntut ilmu tanpa rasa bersalah.

Tolong jadi perhatian bagi pembaca tulisan ini dan yang sedang menjalani masa orientasi di akademi. Jika memang ingin mengenalkan lingkungan baru, teman baru dan sistem pendidikan tidak usah dengan cara yang lama. Sudah terlalu kuno. Ubah dengan cara yang baru lebih mendidik, bangun jiwa untuk percaya diri dengan hal hal yang baik. Bukan dengan cara mencoreng coreng muka dengan cat atau bedak tak karuan lalu disuruh bernyanyi dihadapan orang banyak. Anda pikir dengan seperti itu anak lebih percaya diri? Mereka merasa rendah diri malah, dan akan menjadi momok menakutkan bagi anak anak yang lain yang ini melanjutkan studinya lebih tinggi.

Memang sudah banyak sekolah maupun universitas yang menghapuskan orientasi yang terlalu berlebihan ini (baca:pembodohan publik). Saya berikan apresiasi untuk hal tersebut.

Jadi, masihkah kita membangun negeri mengawalinya dengan pembodohan publik?
Semua saya kembalikan kepada anda.

Kalau saya tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar