PENGALAMAN HOROR NONTON DI BIOSKOP
Okey setelah banyak sekali tulisan yang berbagi pengalaman alias experience nonton film di bioskop kali ini daku juga mau cerita. Dari mulai lahir sampai sekolah SMA gue belum pernah nonton film di layar lebar terus rame-rame. Paling banter nonton film bajakan terus nonton bareng kawan-kawan di LCD Proyektor kelas pas lagi jam pelajaran kosong. Nah, pertama kalinya daku menginjakkan kaki ke bioskop saat kuliah di bogor tahun 2010.
Rata-rata mal di sana sudah punya bioskop, tapi diriku hanya lewat dan numpang foto di depannya aja. Maklumlah, anak kos mau nonton penuh perhitungan. Satu tiket bisa buat makan 3 kali kayaknya. Dan satu nyawa kembali terselamatkan, ahay. Hingga suatu ketika, teman-teman satu kosan berniat untuk nonton ke bioskop. Alangkah senangnya hatiku, dan lebih senang kalau dibayarin. Eh ternyata nggak. Bayar masing-masing, awalnya berat seperti Dilan bilang ke Milea. Tapi karena yang dicari adalah cinematix experience yang gak bakal kita dapet pas nonton di layar kecil dan sound pas-pasan akhirnya diriku ikut mereka. Biarlah puasa 3 kali makan.
Berangkatlah kami ke salah satu mall di Kota Bogor, menuju lantai paling atas karena bioskopnya ada di sana. Cinema 21. Pas masuk rasanya deg-degan kayak masuk ruang ujian, hampir mau lepas sendal eh ternyata boleh dipakai karena lantainya empuk dikasih karpet bawaannya pengen tidur di atasnya.
Film pertama yang diriku tonton di bioskop adalah Sang Pencerah. Tentang Kyai Ahmad Dahlan. OST yang nyanyi Nidji kebetulan band favorit diriku pada zaman itu. Jadi sampai merinding dengernya. Setelah saya nonton film itu, keluar dari teater rasanya beda aja. Ada kepuasan tersendiri. Tapi tergantung juga eksekusi filmnya seperti apa bahkan sekarang diriku kalau ada film yang mengecewakan rasanya pengin minta balikin uang tiketnya.
Selama kuliah saya jarang nonton, terhitung hanya 2 kali saya nonton di bioskop selama di Bogor. Dan paling banyak ketika saya sudah kerja di Jambi sekarang. Hampir tiap bulan pasti saya ada nonton, setiap cuti, dinas luar kalau memungkinkan, saya sempatkan. Walaupun sering dikomen sama mamak sih. Mending buat beli beras katanya daripada beli tiket bioskop yang lumayan mahal belum lagi jajanannya.
Pengalaman paling menyebalkan yang sering diriku alami adalah kursi kita direbut secara brutal oleh penonton lain. Dan itu kadang bikin diriku baper, apalagi yang nempatin gak mau pindah. Karena posisi duduk adalah segalanya kalau nonton di bioskop. Semakin strategis, semakin nyaman. Dan ngomong-ngomong soal posisi duduk, favorit aku biasanya di row paling atas dan bagian tengah. Jarang dapat paling pojok.
Oke. Ada satu momen yang tak akan pernah kulupakan saat menonton film di bioskop. Berkaitan dengan posisi duduk tadi. Kejadian ini terjadi saat liburan natal tahun lalu. Desember 2017.
Semua berawal dari perjalanan dari kebun menuju Kota Jambi, saya sudah tidak enak badan. Keringat dingin sudah menitik di dahi. Di tengah perjalanan saya minum tolakangin untuk meredakannya tapi bukannya sembuh perut saya malah mules sejadi-jadinya. Antara mau buang angin atau buang air. Saya dihadapkan kegalauan itu. Dihadapkan problematika yang menimbulkan perdebatan dalam diri. Yang bisa menyebabkan pecahnya perang dunia ketiga.
Hotel masih jauh di depan mata, saya berusaha tetap fokus dan tenang walau pikiran dan badan saya berkecamuk dihantam badai. Kentut segan, sendawa pun tak membantu. Selama 2 jam saya menjalani situasi yang tidak menyenangkan. Hingga saya tiba di hotel dan langsung nangkring di toilet. Fyuh, lega. Tapi kondisi badan saya tetap belum fit total.
Malam harinya kami ada acara makan bersama, semua berjalan lancar. Setelah itu saya dengan teman juga istrinya berencana mau nonton film yang lagi booming AAC2 walau endingnya is totally dibikin bengong. Kami sudah pasrah karena saat itu sedang akhir pekan, macet di jalan dan tentu bioskop penuh manusia. Sambil memantau dari aplikasi cinema 21 mobile dan membuat kami tetap nonton karena masih tersisa barisan atas.
Kami bertiga nonton film yang jadwalnya jam 21.45 kami tiba sekitar jam 21.30 di sana. And you know what. Saat lagi nunggu di lobby bioskop, perut daku tiba tiba mules di tengah keramaian itu. Film masih belum mulai dan daku buru buru ke toilet. Pengalaman paling malu dimulai. (Berasa kayak opening bioskop trans tv dulu deh)
Dalam toilet XXI itu yang notabene sempit dan cuma sepetak, daku ngelepaskan hajat terpendam dengan beberapa kali tembakan kentut yang membahana. Sampai yang lagi pake toilet di sebelah ketawa. Ampuni hamba. Sumpah malu banget. Setelah selesai dan keluar dari toilet mengendap-endap memeriksa udah sepi atau belum karena takut diliatin sama orang-orang siapa yang habis ngebomb kedamaian toilet XXI yang elegan.
Daku dapat kursi paling pojok, tepat di samping dinding. Spot terbaik untuk jomblo yang tak punya gandengan. Di samping daku ada mas-mas bawa dua cewe entah pacar atau gebetan tapi dandan ala sosialita gitu. Film dimulai. Dan seketika daku ingin menjadi fahri yang dipujapuji para wanita. Oke stop it!
Di pertengahan film, there's something wrong again with my stomach. Kampret banget. Mules lagi persis kayak di perjalanan tadi. Posisinya bener bener udah di level bahaya. Kali ini hasrat ingin kentutnya luar biasa hebatnya. Kebetulan daku pake celana pendek waktu itu dan hawa dingin AC dengan biadab membuat perut mules kembalu. Akhirnya daku coba geser-geser posisi duduk, keringat dingin mulai membasah. Ada masa-masa ketika musik film lagi naik-naiknya, kepengen ngelepasin tapi takut baunya busuk banget. Akhirnya ditahan lagi. Di saat genting itu tidak ada pilihan lain karena posisi daku terlalu jauh untuk pergi ke kamar mandi. Kalau melewati beberapa bangku pasti daku udah nembak-nembak gak karuan. Bener-bener di ujung banget. Gak mungkin daku bergerak. Geser sedikit meledak udah. Kayak tim gegana lagi ngejinakin bom. Menegangkan.
Daku tetap paksakan nonton, berusaha menikmati film, apalagi menjelang ending yang sebenarnya orang-orang pada nangis nah akunya enggak. Gak terlalu sedih sebenarnya cuma karena lagi fokus banget nahan aja, men! Kan gak lucu juga kalau pas Chelsea Islan bilang, 'Nikahi aku, Fahri' terus lagi senyap gitu tiba-tiba ada suara 'duuuuut' atau 'prooot' yang ada daku ditatap satu studio, terus disuruh keluar, dikucilkan, masuk daftar hitam bioskop terus aku pulang ngambil tanah sambil menaburinya ke badan. Karena aku merasa kotor dan nista. Untung itu masih dalam bayangan dan tak pernah kejadian. Daku selamat. Tuhan masih memberikan kesempatan.
Sumpah, film romantis dan mengharukan kayak Ayat Ayat Cinta 2 berubah drastis kayak film horor paling serem pas saat itu. Jadi pengalaman banget buat ke depannya kalau nonton harus di posisi bangku yang strategis, tidak jauh dari tangga jalan keluar. Kali aja serangan angin gerilya itu kembali datang. Tapi daku gak pernah kapok nonton di bioskop. Selama masih ada duit dan waktu, film adalah salah satu bentuk hiburan terbaik yang bisa dinikmati jomblo seperti daku ini.
(Doddy Rakhmat)