Kamis, 05 Oktober 2017

Sepatu Usang

Musim penghujan baru saja mulai. Jalan-jalan menuju desa yang masih tanah akan berubah menjadi lumpur setelah hujan turun. Dalam langkah terseok-seok, aku berjalan menuju rumah yang ada di ujung desa. Orang-orang memilih tidur karena cuaca yang dingin terlengkapi dengan langit mendung. Tiba di depan rumah, aku menemukan sebuah sepatu usang berwarna hitam yang basah. Tergeletak hanya sepasang, menghadap ke arahku. Talinya menjuntai berubah warna dari putih menjadi cokelat karena lumpur. Aku tidak tahu pemilik sepatu itu. Yang pasti ada perasaan janggal setiap melihatnya seakan-akan sepatu itu ingin menemukan pasangannya yang lain. Dan acapkali menimbulkan rasa sakit setiap kali aku berusaha memikirkannya.

Kunci rumah yang menyatu dengan deretan kunci lainnya seringkali membuatku kesal. Bentuknya yang sama dan kadang aku harus berulang kali mencobanya sampai menemukan kunci yang tepat. Baru saja masuk, aku mencium aroma anyir menyengat menguar ke seisi rumah. Aku pikir ada tikus mati lagi diburu oleh kucing kampung yang kupelihara.
“Gori.” Aku memanggil kucing kampung itu. Biasanya dia akan segera datang jika aku memanggilnya. Namun kali ini tidak ada tanda-tanda Gori akan muncul, bahkan mengeong pun tidak. Aku meletakkan mantel dan topi di gantungan pakaian di belakang pintu kamar. Kemudian menyalakan lampu pijar, suasana kamar berubah menjadi jingga remang-remang. Kasur dan meja rias masih berantakan. Aku tinggal seorang diri. Sebelum berangkat bekerja aku tidak pernah sempat merapikan kamar. Rasa lelah yang mendera tubuh dan mata selalu membuatku bangun kesiangan.

Dok. Dok. Dok.
Ada yang mengetuk pintu rumah dengan tempo cepat dan keras. Setelah berganti pakaian, aku bergegas menjumpai seseorang yang tidak sabaran itu. Tidak ada orang yang berdiri di balik pintu. Aku pikir ini pasti ulah anak-anak yang jahil. Belum jauh aku meninggalkan pintu yang telah kututup. Suara ketukan itu muncul lagi, lebih keras. Disertai dengan orang yang memanggil namaku. Dengan cepat aku membuka pintu, dan di sana hanya ada sepatu bagian kiri yang tadi kulihat. Ia telah berpindah tempat dari pekarangan ke depan pintu rumah.

“Kembalikan sepatu saya. Kembalikan sepatu saya. Kembalikan sepatu saya”

Suara itu terdengar seperti di langit-langit rumah. Berulang-ulang. Bau anyir pun semakin menjadi-jadi. Aku mengutuk Gori yang kuyakini tidak bersih menyantap hasil buruannya. Aku kembali ke kamar dan melupakan suara-suara itu. Aku rasa aku hanya terlalu lelah hingga muncul halusinasi yang aneh-aneh. Apalagi dari sepatu usang entah punya siapa itu. Aku meraih radio di atas meja. Dan menyalakannya, memutar tuas volume keras-keras.

Ternyata radio sedang menyiarkan program berita. Aku mendengarkan sang narator membacakan tiap kalimat beritanya. Tentang kriminal.

“Seorang pembunuh berdarah dingin yang mengalami gangguan ingat jangka pendek telah berhasil kabur dari penjara kota seminggu yang lalu. Pembunuhan terakhir memakan korban yang tak lain adalah ayah pelaku sendiri. Diduga pelaku kabur menuju desa seberang.”

Bau anyir itu kini berpindah ke kamar. Aku memerhatikan sesuatu yang familier terjulur dari bawah ranjang. Sebuah sepatu sebelah kanan yang sama dengan kutemui di depan rumah tadi. Aku berusaha meraihnya, dan ternyata cukup berat.

“Astaga.” Aku melompat kaget. Itu bukan hanya sebuah sepatu tapi juga sesosok mayat bersimbah darah dengan luka tusuk yang mengenaskan di sekujur tubuhnya. Gori, kucing kampung itu berada di dada mayat tersebut dengan posisi tertancap pisau yang menembus si mayat.

“Kembalikan sepatu saya. Kembalikan sepatu saya. Kembalikan sepatu saya.”

Suara itu terdengar lagi dari langit-langit rumah. Aku bergidik ngeri dan berlari ke luar dari rumah. Namun naas, aku terjatuh tersandung sepatu sebelah kiri di depan pintu. Belum sempat aku bangkit, sosok mayat itu berdiri di depan saya. Dan ia berkata, “Kembalikan sepatu Ayah, Anakku.”

-----
Warga desa seberang heboh. Radio-radio menyiarkan berita yang sama pada keesokan harinya.

“Seorang warga desa seberang yang diyakini sebagai pembunuh berdarah dingin  yang menjadi buronan beberapa hari lalu telah ditemukan tewas berdampingan bersama dengan korban terakhirnya, yakni ayahnya sendiri.”

ditulis oleh Doddy Rakhmat
26.03.2017