Rabu, 28 Januari 2015

#MakhlukBersajak

Entah kenapa dunia ini penuh dengan keinginan untuk diakui
Entah itu keberadaan, status ataupun keakuan lain

Apalagi si #MakhlukBersajak
Menebarkan kata kata yang dianggap indah bagi dirinya
Diumbar di khalayak maya

Berusaha bijak di atas segala bimbang
Senyum di bawah tetes air mata
Mencoba tertawa walau tak patut

Sedikit mendung ikut termenung
Jatuh hujan bersedekap dalam kegalauan
Habis sudah campur aduk perasaan

#MakhlukBersajak itu aku

Rabu, 21 Januari 2015

[Giveaway 100 post]

Selamat pagi, siang, malam para pembaca blog saya yang setia.

Tidak terasa blog saya ini telah mencapai post yang ke 100. Horeeee! Tanpa dukungan dari para blogwalker dan rekan rekan saya sesama blogger tidak akan tercapai postingan sebanyak itu dan alhamdulillah juga sudah mencapai 2500+ pageview.

Ini adalah sebuah pencapaian signifikan yang saya pernah lakukan di dalam dunia blog. Kurang lebih saya baru 4 bulan yang lalu aktif kembali ke dalam dunia penulisan dan ternyata sudah banyak juga tulisan tulisan abstrak saya bertebaran di dunia maya.

Nah untuk pertama kalinya saya mau mengadakan #Giveaway100post contest. Dua pemenang yang beruntung akan mendapat buku Draf 1 : Taktik Menulis Fiksi Pertamamu karya Winna Efendi

Siapa sih yang tidak kenal dengan penulis satu ini? Karyanya seperti novel Ai, Refrain maupun Remember When begitu terkenal bahkan dilayar-lebarkan.

Buku tentang kepenulisan ini sangat bermanfaat dan aplikatif bagi kamu yang suka menulis cerita fiksi. Bahasa yang digunakan juga sederhana dan tidak bertele-tele.

Giveaway kali ini juga tidak jauh jauh dari cerita fiksi. Untuk syarat dan ketentuan lebih lanjut. Mari disimak poin poin berikut.

1. Buat cerita fiksi maksimal 400 kata dengan tema bebas tapi mencantumkan kata Seratus di dalamnya.

2. Kirim cerita kamu melalui email ke doddyrakhmat92@gmail.com
Sertakan nama, alamat lengkap, no.hp dan username twitter kalian

3. Dan post cerita fiksi karya kamu di blog pribadi kalian. Sertakan kalimat
"Cerita ini diikutkan giveaway contest  www.doddyrakhmat.com" di akhir cerita fiksi kalian

4. Share link cerita fiksi kalian di twitter dengan mencantumkan hashtag #Giveaway100post dan mention ke @dodddod

5. Cerita fiksi kalian akan dinilai langsung oleh saya sendiri. Ada 3 poin yang saya nilai yaitu Setting cerita, konflik cerita dan Karakter.

6. Dua orang pemenang beruntung akan mendapat secara cuma-cuma buku Draf 1 : Taktik Menulis Fiksi Pertamamu karya Winna Effendi

6. Keputusan pemenang tidak bisa diganggu gugat. 
                                                
7. Hadiah akan dikirim ke masing-masing pemenang sesuai dengan alamat yang disertakan.

Saya tunggu cerita fiksi kalian paling lambat sampai tanggal 30 Januari 2015 23:59

Pemenang diumumkan tanggal 1 Februari 2015 melalui twitter dan di blog ini.

Selamat dan semangat menulis!

Minggu, 18 Januari 2015

S.U.K.U


Jumat Sore, di akhir tahun 2000

Hujan mengguyur sudut kota dengan derasnya.

Seorang perempuan muda berkemeja hijau tosca dan rok hitam selutut tergesa-gesa mendatangi perempatan jalan sambil memayungi dirinya dengan tas wanitanya. Badannya sudah setengah kuyup. Setengah berlari menuju becak yang ada di tepi jalan di dekat Bank dimana ia bekerja.

"Mas, tolong antarkan saya ke jalan S. Parman" ujarnya sambil membuka penutup becak yang terbuat dari plastik tebal transparan tersebut. Pemuda paruh baya berkulit sawo matang nampak sedikit terkejut dengan kehadiran perempuan yang tiba-tiba membuka penutup becak. Ia yang awalnya sedang berteduh terhindar dari hujan setelah seharian berkeliling mengantarkan penumpang, sedikit melengos harus mengayuh pedal di kondisi hujan deras tersebut.

Dengan sigap pemuda itu keluar dari becak dan mempersilahkan perempuan berkulit putih itu bergegas masuk, memasang penutup plastik agar air hujan tidak masuk membasahi penumpang. Ditengah derasnya hujan , pemuda itu terus mengayuh. Hanya topi yang menutupi bagian kepalanya, sisanya dipasrahkan basah begitu saja. Matanya mengerjap-ngerjap berusaha menghalau air hujan yang terkena ke matanya. Mengusapnya, kemudian berpegangan pada kendali becak.

Hujan semakin deras

Masih sekitar satu kilometer lagi dari tujuan si perempuan. Perempuan tidak banyak berbicara. Biasanya ia sering mengajak tukang becak mengobrol selama perjalanan, tapi kali ini ia memilih diam. Enggan melawan suara hujan.

Tak berapa lama, Pemuda itu merasa ada yang aneh dengan becak yang sedang dikayuhnya, Ia berhenti sebentar untuk mengecek kondisi becak. Ternyata ban depan sebelah kiri kempes, apabila diteruskan akan sedikit beresiko. Bisa saja becak lepas kendali, apalagi dengan kondisi jalan yang saat itu sedang licin.

Tidak mungkin dia tega menurunkan penumpang ditengah derasnya hujan, saat itu ia lupa membawa pompa tangan biasa untuk berjaga-jaga apabila ban mendadak kempes. Akhirnya, pemuda tersebut melanjutkan perjalanan becak dengan cara mendorongnya.

Si perempuan yang awalnya diam saja, mendadak iba melihat pemuda yang sedang mendorong becak di belakangnya itu. Ia hendak bertanya mengapa harus didorong, tapi sudah mendapat jawabannya setelah ia merasakan kejanggalan dengan jalannya becak yang timpang sebelah.

Perempuan tersebut memberhentikan jalan becak dengan kode memukul atap becak. Tibalah mereka di depan sebuah rumah berwarna kuning gading dengan pintu dan jendela di cat putih. Ada teras dan halaman yang tidak lebar di depan rumah tersebut.
Bergegas perempuan tersebut berlari menuju rumah, berteduh, Mengeluarkan selembar uang lima ribuan.

Pemuda itu bergegas menyusul dan mengambil uang yang ada di tangan perempuan itu. Tampak sekilas oleh pemuda itu, terpampang nama yang begitu singkat tertera di kemeja yang perempuan tersebut kenakan. Tinduh.

"Nama mas siapa!" teriak Tinduh ingin tahu, volume suaranya bersaing dengan gemuruh hujan.

Pemuda itu berlari kembali, mengayuh becak. Tidak mendengar begitu jelas apa yang diteriakkan oleh Tinduh, hanya bisa melihat sebuah senyuman di antara hujan. Senyuman yang tidak pernah ia lupakan sampai kapanpun.

Itulah pertemuan pertama Tinduh dengan si laki laki berkulit sawo matang

Awal tahun 2001, di sebuah pasar tradisional tengah kota.

Tinduh yang berbusana santai seraya membawa kantung belanjaannya sedikit kewalahan saat berjalan. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara lonceng berkali-kali. Belum sempat Tinduh berbalik, sudah mendapati sebuah becak yang berjalan tak memperlihatkan tanda berhenti di depannya.

Mendadak gelap.

"Maaf saya tidak sengaja Bu, remnya mendadak blong"

Masih tidak begitu jelas bagi Tinduh untuk mengenali sesosok penuda yang duduk di hadapannya. Tampak sedang minta maaf bercampur panik. Orang-orang sudah ramai berkerumun di sekeliling mereka.
Tinduh mendapati betis kirinya yang membiru ditabrak becak. Orang orang sekitar memberikan pertolongan seadanya. Sesaat Tinduh kembali berdiri sedikit tertatih, berjalan menghampiri bangku panjang di tepi ruko.

Tinduh masih sedikit shock dan tidak terlalu banyak bicara.

Hanya berkata,  "Tolong bawa becaknya hati-hati dong"

Sekali lagi pemuda itu meminta maaf sambil panik.

"Saya minta ganti rugi kalau seperti ini" keluh Tinduh tak menatap betul siapa yang sudah menabrak dirinya

"Aduh saya tidak punya uang banyak bu. Bagaimana sebagai permintaan maaf, saya gratiskan naik becak saya kapanpun dan kemanapun Ibu mau"

Seketika, Tinduh menoleh mendengar tawaran tersebut. Dan alangkah terkejutnya Tinduh saat melihat pemuda di hadapannya tersebut adalah Si Pemuda berkulit sawo matang yang mengantarkannya ke rumah dua minggu lalu

"Tidak-tidak saya tidak mau, saya harus tetap membayar kamu. Oh iya saat itu saya berteriak bertanya siapa nama Mas tapi tidak di jawab" Mendadak menjawab dengan intonasi berbeda. Seakan tidak mau menyusahkan sang lawan bicara

"Maaf bu, sekali lagi saya minta maaf. Nama saya Majid panjangnya Dul Majid" balasnya seraya meremas jarinya sendiri. Hendak bersalaman tapi tidak dalam kondisi yang tepat.

"Dan satu lagi, mas tidak usah memanggil saya Ibu. Cukup Tinduh saja, dan saya memanggil mas dengan nama Majid. Tidak keberatan?" tanya Tinduh sambil menatap Majid

Majid menggeleng tidak apa apa. Tak membalas tatapan Tinduh dan segera berdiri membantu Tinduh.

Kali ini ia tidak mengantarkan si perempuan dengan senyuman yang menggelayut dipikirannya selama ini. Ia memanggil teman satu profesinya sesama tukang becak untuk mengantarkan. Sementara ia harus berkutat dengan becaknya yang sudah mencelakakan orang tersebut. Orang yang dirindukan dalam diam.

Awal Februari 2001

Matahari kian meninggi, Majid sengaja menunggu agak lama di depan kantor Bank biasa dia beristirahat. Hari ini hanya tiga penumpang yang dia antarkan, selebihnya ia habiskan waktu hampir menjelang sore untuk menunggui Tinduh pulang kerja.

Dari kejauhan sudah tampak perempuan berkemeja putih dengan celana panjang hitam berlari kecil menuruni anak tangga depan kantor Bank milik negara tersebut. Majid spontan melambaikan tangan ke arah Tinduh. Perempuan itu tersenyum dua jari, menunjukkan susunan gigi putihnya yang rapi. Senyum yang disukai Majid, tukang becak kemarin sore.

"Selamat sore Bu, eh, Tinduh" Majid menyapa gelagapan

"Sore bang Majid" sapa Tinduh santai
Majid agak sedikit canggung dipanggil Bang oleh Tinduh,

"Mau diantar kemana hari ini. Langsung pulang?"

Tinduh menggeleng, "Antar saya ke Taman Kota"  seraya masuk ke dalam becak

"Siap" kemudian becak berjalan pelan.

5 menit kemudian

Mereka sudah sampai di taman kota.
Taman kota itu cukup besar, banyak pedagang kaki lima yang berjualan di tiap sisinya. Bentuk taman tersebut persegi empat, di dalamnya ada wahana bermain anak-anak, panggung, dan Menara yang dibawahnya ada relief tentang perjuangan kemerdekaan Negara Indonesia. Di sisi baratnya ada lapangan basket yang ramai oleh anak muda. Di sisi selatannya, terdapat toilet umum dan pos polisi. Di dekat pos polisi tersebut ada patung polisi dengan seragam lengkap berdiri tegak dengan sikap istirahat. Biasanya anak anak sering berfoto dengan patung polisi tersebut, semacam ada kebanggaan di dalamnya.

Tinduh meminta untuk mengitari taman kota tersebut satu kali putaran, kemudian Tinduh mengajaknya untuk memarkirkan becak di sisi selatan taman. Dan mengajak Majid isitrahat sejenak di bangku taman yang  disediakan dengan atapnya agar pengunjung tidak kepanasan atau basah ketika hujan.

Tinduh membuka percakapan,

"Sudah berapa lama Bang Majid kerja di kota ini"

"Ehm, baru satu tahun. Saya merantau dari jawa, lebih tepatnya dari Madura"

Semburat jingga menghias langit kota sore itu. Tak banyak yang berkunjung ke taman, karena tidak sedang akhir pekan. Hanya beberapa anak kecil berlarian bersama sang ayah di halaman rumput yang terhampar di depan Tinduh dan Majid yang sedang berbicara.

"Saya juga merantau, dari pelosok kalimantan ini. Saya keturunan dayak banjar. Ayah saya Dayak, mamah saya banjar" sambung Tinduh

Selama pembicaraan itu tidak ada satupun dari orang itu saling menatap.

Penampilan Majid yang mengenakan celana kargo menggantung dibawah lutut, kaos berkerah warna birunya yang sudah kucel membuatnya merasa tak pantas bicara dengan gadis cantik kalimantan itu.

"Saya sering ke sudut taman kota ini, persis di tempat kita duduk sekarang. Membuang segala beban kerja, merenungi seperti apa masa depan. Membiarkan semuanya menguap bersama senja. Saya lebih suka menyendiri"

Majid tampak serius mencermati setiap perkataan Tinduh.

"Oh iya dari gaya bahasa Bang Majid bicara tidak terdengar lagi logat maduranya" lanjut Tinduh seraya menatap Majid yang tidak menatapnya.

"Saya lahir di Madura, tapi saya dibesarkan di Surabaya. Dan saya tidak begitu paham dengan bahasa Madura. Aneh kan? Orang madura tidak bisa ngomong madura"

Tinduh terkekeh.

"Itu sama saja seperti saya Bang, saya juga walaupun ayah saya Dayak, saya tidak terlalu bisa berbahasa Dayak. Saya lebih suka berbahasa Banjar. Bang Majid sudah setahun disini pasti sudah bisa bahasa Banjar kan?"

Majid mengangguk.

"Kawa, baya sedikit sedikit ja ulun" jawab Majid yang artinya tapi cuma sedikit saja saya bisanya.

Tinduh kembali bertanya,

"Kenapa Bang Majid merantau jauh dari pulau seberang yang jelas lebih ramai dan memilih ke Kalimantan?"

Majid tertegun sejenak, menghela nafas sambil menjawab pertanyaan Tinduh

"Merantau itu jelas pilihan. Bukan suatu kebetulan. Begitu banyak kebahagiaan yang mungkin kita tinggalkan di tanah kelahiran kita sendiri. Tapi dengan merantau sedikit banyak kita belajar bahwa kita harus berprinsip untuk menunda kebahagiaan kecil tersebut untuk kebahagiaan lebih besar"

Tinduh cukup puas dengan jawaban Majid yang tak disangka-sangka begitu bijak.

"Bagi saya kebahagiaan terbesar di dalam hidup ini adalah saat kita bisa membuat bahagia orang yang kita sayangi. Tanpa mereka, orang tua, sanak keluarga saya bukan apa apa dan saya tidak ingin menjadi beban bagi mereka lagi. Sudah terlalu banyak pengorbanan yang mereka berikan kepada saya dari lahir sampai saya lulus sekolah. Sehingga saya harus membalasnya kali ini"

Majid menghela nafas lagi seakan menyampaikan kerinduan akan keluarganya selama ini.

"Suatu hari walaupun saya hanya tukang becak, saya ingin membangun sebuah Mesjid agar amal jariyah terus berjalan. Menurut saya, kita bisa saja mencari uang sebanyak banyaknya di dunia saat ini tapi itu tidak untuk kehidupan yang kekal. Maka harus mempersiapkan tabungan amal untuk di akhirat kelak"

Majid menolehkan pandangannya sejenak ke Tinduh kemudian membalikkannya lagi ke depan.

Walaupun Tinduh tidak berada didalam keyakinan yang sama dan tidak terlalu banyak mengetahui tentang istilah yang diucapkan oleh Majid tapi ia kagum dan mendoakan agar cita cita Majid tercapai.

"Ayo kita pulang, sudah mau Magrib. Bang Majid harus ibadah kan?" ajak Tinduh sekaligus menutup percakapan senja itu.

17 Februari 2001

Senja berganti pekat malam. Tinduh sedang membereskan meja makan nya terkejut mendengar ketukan keras dari pintu rumahnya.

"Tunggu sebentar"

Tinduh membuka pintu dan mendapati Majid yang sudah berdiri didepannya penuh kegelisahan.

"Boleh saya masuk? tanya Majid sambil mengatur nafas. Tampak habis dikejar hantu.

Tinduh mempersilahkan masuk dan menutup kembali pintu rumahnya.

"Maaf kalau saya lancang, tapi ada hal yang saya harus bicarakan. Ini penting"

Majid melanjutkan,

"Besok akan ada penyerangan terhadap suku Dayak dari sekelompok suku saya yang ingin menguasai kota ini. Informasi ini saya dapatkan dari kerabat saya yang terlibat di dalamnya. Kamu harus pergi malam ini juga"

Tinduh menatap bingung, "Tapi saya harus kemana?"

Majid berpikir sejenak, "Ada sanak famili di ibukota provinsi?"

Tinduh mengangguk. Ia tahu harus pergi kemana.

"Nah sekarang kamu bergegas. Ini tentang keselamatan kamu, dan tolong beritahukan ke keluarga kamu tentang hal ini"

Tinduh menjawab sambil gemetar ketakutan

"Maaf sebelumnya Bang Majid. Orang tuaku sudah tidak ada lagi. Mereka mengalami kecelakaan saat pulang mengantarkan saya ke kota ini"

Majid menatap iba perempuan dihadapannya. Ingin rasanya melindungi. Tapi apalah daya, konflik yang akan terjadi sangat bertolak dengan latar belakang suku mereka. Tidak akan mudah, bahkan bisa saja saling membahayakan satu sama lain.

Malam itu senyap.

Tidak ada lagi pertemuan setelahnya. Entah sampai kapan. Keduanya pun tidak ada yang tahu.

18 Februari 2001

Kota yang begitu lengang, warganya masih beraktivitas seperti layaknya di hari libur. Dihebohkan dengan kebakaran di beberapa tempat. Rumah rumah suku dayak dibakar, kendaraan seperti mobil juga ikut menjadi korban. Dan beberapa nyawa suku dayak melayang akibat penyerangan berkelompok oleh suku Madura. Mereka berkonvoi keliling kota. Merayakan kemenangan atas penyerangan tersebut.

Tiga hari berlanjut setelah penyerangan. 

Suku dayak dari pedalaman turun ke kota melakukan perlawanan balik, tidak terima dengan perlakuan terhadap suku mereka.

Kota mendadak lumpuh.
Mencekam. Listrik sering padam.

Sejak 18 Feburari 2001, ratusan nyawa melayang baik dari suku Madura dan Dayak. Ratusan rumah terbakar, dan Becak juga menjadi sasaran pembakaran oleh Suku Dayak. Becak becak tersebut dikumpulkan di jalan taman kota dan dibakar tanpa sisa. Ribuan orang madura diungsikan dengan kapal kembali ke pulau jawa. 

Upaya perdamaian terus dilakukan dari pemerintah pusat baik dari kementerian, kepolisian dan tokoh masyarakat etnis yang terlibat. 

Sebulan berlalu, kota begitu lengang. Seperti ikut berduka atas tragedi kerusuhan etnis yang terjadi. Puing puing bangunan terbakar banyak menghias sudut kota. Aktivitas kembali normal, walaupun tidak seperti sedia kala.

Jauh dari kota tersebut.

Tidak ada kabar dari Majid. Keberadaannya seperti hilang di telan bumi. Tinduh mengamankan diri di tempat keluarganya. Pikiran Tinduh mulai dihantui dengan berbagai macam perkiraan.

"Apakah Bang Majid terlibat perang etnis tersebut"

"Apakah dia pulang ke kampung halamannya"

"Atau jangan jangan dia sudah....."

Tinduh menggelengkan keras kepalanya, ingin memberhentikan semua bayangan buruk itu.

Tidak ada lagi sisa sejarah kerusuhan kota tersebut. Semua kembali damai.

Suku Madura dan Dayak hidup rukun sampai saat ini.

Langit bercorak jingga terhampar di sudut barat. Seorang perempuan duduk di salah satu bangku taman kota. Keramaian di sekitar tidak seramai hatinya saat itu. Sepi. Semacam kelengangan panjang. Tiga belas tahun sudah dilewatinya.

Tinduh masih bekerja di Bank, jabatannya kini sebagai direktur operasional. Di tengah hujan deras yang menyapu kota, membuat tirai air mengelilingi tempat Tinduh duduk sekarang. Mengambil payung dan bergegas menuju mobilnya.

Kembali ke kantor.
Ada sebuah amplop coklat muda tersimpan di dalam laci kerjanya. Surat yang menjawab segala keluh kesah tentang perasaannya selama 13 tahun. Sejatinya surat tersebut sudah dibaca oleh Majid saat itu, tepat sebelum Majid datang memberitahukan dirinya agar segera pergi mengamankan diri.

Namun kini surat itu hanya dibiarkannya melapuk di laci meja. Tidak tahu akan mengirimkannya kemana. Yang pasti ia sudah mengirimkan isi surat itu melalui doa.

Doa seorang perindu dalam diam.

Doa seorang yang dirindukan senyumnnya oleh sang idaman.

Cerita ini hanya fiktif. Kesamaan nama dan alur cerita hanya kebetulan semata.

Tribute for Kota Sampit

Terinspirasi dari Tragedi Kerusuhan Sampit 2001, saya saat itu masih berumur 9 tahun.

Jumat, 16 Januari 2015

Suka Duka Kerja di Remote Area

Remote area adalah tempat terpencil, tapi bukan berarti diri kita terkucil.
-Doddy R-

Sudah dua tahun terakhir ini, saya merantau ke pulau sumatera dengan identitias sebagai seorang karyawan swasta di salah satu multi national company yang bergerak di bidang agribisnis.

Awalnya tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa saya harus menjejakkan pulau di bagian barat Indonesia ini.

Saat ini saya tinggal di salah satu pelosok daerah di provinsi Jambi. Dimana perusahaan saya bekerja adalah perusahaan yang bergerak dalam industri komoditas kelapa sawit.

Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan yang sifatnya tahunan dan dikembangkan skala masif. Tidak mungkin membuka usaha kebun kelapa sawit di tengah perkotaan, bukan?

Karena itulah, saya harus tinggal di antara pepohonan kelapa sawit dan hutan belantara sekitarnya. Sedikit menjauh dari keramaian tepatnya. Bersemedi mencari kebahagiaan, dengan bekerja dan berdoa.

Oke. Saya akan bahas satu per satu mengenai suka duka bekerja di remote area. Tidak mudah memang bagi yang sudah berjiwa kekotaan untuk tinggal di tempat terpencil jauh dari keramaian. Banyak hal yang harus dikorbankan dan adaptasi kondisi lingkungan yang terkadang membuat badan panas dingin, dan hati yang kadang gundah gulana. Mendadak terserang 'home sick' dan malarindu.

Bagian Duka

Pertama,Susah Sinyal. Di zaman blogisasi ini, yang namanya sinyal itu semacam kebutuhan tak kasat mata, yang dicari semua orang. Muda tua, laki perempuan, bahkan pengemis sampai pejabat.

*pengalaman melihat pengemis di depan mini market, sudah pakai handphone. Positive thinking aja, mungkin dia sedang butuh pulsa. Karena hidup sekarang ini bukan lagi sandang, pangan dan papan, tapi juga pulsa dan sinyal*

Kebetulan di area kerja saya yang baru ini, sinyal untuk berkomunikasi maupun internet lumayan lancar, walau beberapa spot sinyal pun hilang timbul.
Dan bersyukurnya saya bisa mempublikasikan postingan blog kepada kalian semua.

Dulu, di tempat kerja saya yang lama. Di kantor saja, sinyal tidak ada. Kalau mau telfon minimal pergi ke teras dulu, atau memanfaatkan kabel antena sinyal yang disediakan. Sangat tidak nyaman.

Positifnya kalian bisa fokus dalam bekerja, tidak buka facebook dan sejenisnya. Tapi kalau ada informasi penting, itu bakal menyulitkan untuk menyampaikan dan tersampaikan.

Hidup tanpa sinyal kini bagai taman tak berbunga. Aih.

Saat itu juga kalau saya mau menelfon keluarga di kalimantan, harus cari posisi yang pas. Kadang di meja dapur *serius*, kadang di atas bak sampah depan rumah *duarius* bahkan sambil jalan kaki pergi ninggalin rumah mendekati sinyal terdekat. Ampun deh.

Tapi itulah seni nya, ketika semua dihadapkan dengan keterbatasan, disitulah seseorang diuji ketabahan, kesabaran dan keahliannya. Keahlian? Ya, ahli mencari sinyal.

Akibat fakir sinyal inilah, banyak yang meledek dengan celetukan.

"Beli hape sekalian dengan sinyalnya, dong! Hahahahahha"

Setelah mendengar itu, rasanya mau beli terus pasang  sendiri di samping rumah. Kalau memungkinkan dibuat portabel biar bisa dibawa kemana-mana.

Sinyal, bentukmu gaib. Tapi aku yakin kamu ada. Walau kadang kadang tiada.

Kedua, kebutuhan akan suatu barang atau produk baru sulit ditemui.

Bagi kamu yang tinggal di remote area, kalau mau cari kebutuhan barang. Seakan akan kamu ketinggalan zaman alias gak up to date. Prinsipnya apa yang ada, itulah yangdipakai.

Misal, mungkin kamu ingin mencoba produk shampo terbaru, ternyata yang ada hanyalah shampo yang sudah mainstream di pasaran.
*pengalaman pribadi*

Maka dari itu kalau saya dinas luar, apalagi ke ibukota kabupaten. Saya sempatkan pergi ke alfam*rt untuk sekedar melihat dan membeli produk produk terbaru. Mulai itu jajanan, 

Untungnya Alfam*rt sudah ada, kalau belum entah saya mau cari dimana. Mungkin di pengharapan tak berujung. Tsaah.

Dengan adanya kemajuan transaksi jual beli via internet alias online shopping. Sangat membantu saya mendapatkan barang yang sayang perlukan.

Sudah banyak buku yang yang saya beli buku secara online, juga barang barang elektronik seperti hard disk eksternal, jam tangan, sampai power bank.

Walaupun yang jadi kendala adalah, jasa kurir pengiriman barang tidak mau mengantarkan sampai ke pelosok. Mau tidak mau saya yang mendatangi sendiri ke tempat jasa pengiriman tersebut.

Thanks for who found online shopping system!

Terakhir, Jauh dari Keramaian.
Ya sudah pasti, kalau tinggal tempat terpencil jauh dari keramaian. Jauh dari hiruk pikuk kota. Yang ada hanya suara jangkrik saat malam, desau angin saat siang. Ini terlalu deskripsi yang berlebihan sebenarnya.

Kalau di lingkungan saya tinggal dan bekerja, tetap ramai dengan aktivitas perusahaan. Tapi tetap saja rasanya berbeda.

Semacam tinggal di akuarium besar, dimana kita sehari-harinya berada di dalamnya. Walau sesekali keluar, tapi kita tetap akan kembali lagi ke dalam akuarium tersebut.

Baru tahun baru 2015 inilah, untuk pertama kalinya tidak ada mendengar suara dentuman kembang api, ataupun suara terompet menyebalkan. Betul betul tenang.

Yang paling saya ingat adalah saat terkena serangan vertigo. Saya harus dibawa ke rumah sakit, yang jaraknya 2 jam lebih dari lokasi. Saat itu baru terasa, amat jauh rasanya mencapai lokasi lokasi yang sangat penting di dalam kondisi genting.

Mungkin kalau bagi kalian, menganggap 2 jam itu waktu yang terlalu singkat bagi di kota. Beda halnya di remote area, jarak tempuh di kota dalam 2 jam mungkin hanya bisa mencapai 20 km karena macet dan sebagainya.

Sedangkan disini, dalam waktu 2 jam sudah dapat mencapai hampir 120 km kalau kecepatan kendaraan rata rata 60 km/h tanpa hambatan apapun. Ditambah lagi, pemadangan kiri kanan jalan. Masih banyak hutan daripada perumahan.

"Meramaikan diri itu berbeda dengan saat berada dalam keramaian. Bisa saja kamu sepi saat dalam ramai"
-Doddy R-

Bagian Suka

Pertama, Udara Segar dan Pemandangan Hijau. Setiap harinya disuguhkan dengan udara segar yang dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan di sekitar tempat saya bekerja. Otomatis, karena yang dikelola pun adalah tanaman hijau alias kelapa sawit sehingga pasokan udara bersih melimpah.

Pemandangan nan hijau, sejauh mata memandang menjadi anugerah terindah yang dapat saya syukuri setiap harinya.

Tidak perlu jauh jauh rekreasi ke alam terbuka untuk menyegarkan mata. Suara burung bersahutan setiap pagi, embun di rerumputan menggelayut membentuk butir indah. Aih betapa indahnya.

Kedua, Tidak banyak godaan belanja. Dengan posisi yang jauh dari pusat kota. Maka angka konsumsi untuk berbelanja jadi berkurang. Kita bisa lebih berhemat dan dialihkan untuk menabung.

Walaupun sebelumnya saya menjelaskan, bahwa agak susah untuk menemukan stok barang yang kita butuhkan. Sedikit banyaknya bisa berpengaruh terhadap keinginan kita menjadi lebih teredam dan lebih memprioritaskan kebutuhan.

Terakhir, Menikmati langit malam. Akhir akhir ini saya sering melakukan hal ini. Memandangi langit malam penuh dengan bintang.

Memerhatikan dengan seksama, ternyata saya baru menyadari bahwa dengan mata telanjang tanpa bantuan alat apapu, saya dapat melihat rasi rasi bintang. Kerlap kerlip tanpa ada yang menutupi, hanya saya dan langit malam. Tidak ada beton beton menjulang. Sungguh indah jika betul betul menyaksikan atap atas segala ada yang dibawahnya ini.

Bumi dan langit.

Seakan-akan ada kehidupan lain di luar sana, dan kita hanya tinggal di satu benda langit diantara petatrilyun benda angkasa di jagat raya ini.

"Malam dan siang itu tidak ada, semua waktu sama. Hanya saja matahari dan bulan saling berkejaran di atas langit"
-Doddy R-

Sebetulnya masih banyak suka duka bekerja di remote area. Namun hanya segelintir saja yang saya ceritakan, agar kalian semua penasaran ingin mencoba dan merasakannya sendiri.

Rabu, 14 Januari 2015

5 Musisi Favorit Mas Doddy

Musik adalah obat paling mujarab untuk mengusir kantuk daripada kopi.
-Doddy R-

Bagi saya, musik itu bukan sekedar rangkaian nada dan suara. Musik itu adalah bagian dari kehidupan.

Kehidupan saya banyak diwarnai dengan berbagai jenis musik. Mulai dari pop, rock, dangdut, k-pop, bahkan musik daerah.

Nah di kesempatan yang berbahagia ini, saya akan berbagi dengan para pembaca apa saja musisi favorit saya, dan apa yang melatarbelakangi memfavoritkan musisi tersebut.

Berikut adalah lima musisi/grup musik yang saya favoritkan sejak dulu sampai sekarang ini:

1. Letto

Grup musik asal Jogja dengan ciri khas lagu nan romantis dan puitis ini, merebut hati saya sejak berseragam putih biru. Lagu andalannya, "Ruang Rindu" adalah salah satu lagu yang tak kacangan untuk urusan liriknya.

Dengan vokalis Mas Noe, Sang Kriting Berkupluk. Musik dan liriknya serasa tak akan lekang oleh zaman. Walau letto sudah tidak aktif mengeluarkan lagu lagu baru. Tetapi, karya mereka masih nangkring di playlist musik saya. Entah itu di smartphone atau laptop. Lirik lagu Letto ini seperti puisi yang dilagukan, sehingga tidak terkesan abal abal dan gamblang mengutarakan sesuatu. Saya yang suka buat puisi pun merasa nyaman dengan lagu lagu mereka.

Semoga mereka bisa melahirkan lagu lagu mengguncang hati lagi. Amin kan ya pLETTOnic!

2. Nidji

Grup musik Pelangi alias Nidji. Aneh sekali kalau dibahasakan Indonesia ya?

Lagu lagunya yang sangat enerjik, musik techno, suara fallset sang vokalis Giring, dan gaya bernyanyi mengambil bohlam lampu. Itu cukup menggambarkan grup musik ini.

Saya mengenal grup Nidji saat di bangku SMP juga sama seperti mengenal Letto. Yang tak bisa saya lupakan, adalah ketika saya menyanyikan lagu pertama Nidji yaitu 'Sudah' untuk mengambil nilai ujian akhir sekolah mata pelajaran kesenian. Kenapa saya memilih lagu itu, karena ada maksudnya.
Di dalam salah satu bait liriknya ada kalimat,

"Bila kita harus berpisah.. Sudah...
Biar kan ini semua berakhir..
Sudah...
Cinta memang tak harus milikinya.."

Itu saya resapi, hayati, dan lantunkan sepenuh hati di hadapan gebetan. Mengutarakan segala isi hati, bahwa ditolak gebetan itu berarti cinta tidak harus miliki.

Buat kamu yang pernah jadi gebetan saya, terima kasih sudah mengajari.

Dan salam buat suami ya!

Oke, kembali lagi ke Nidji.

Sampai saat ini saya masih mengagumi lagu lagu mereka, terlebih lagi Nidji selalu muncul dengan karya karya nya di original soundtrack film Indonesia, bahkan sempat di serial international "Heroes".

Dan ada beberapa pendapat, bahwa suara saya dulunya, dulu. Itu mirip sama bang haji Giring, saya suka dengan permainan suara fallsetnya.

Dengan lirik yang easy going but hard to feel alias musik asik dalam pada lirik. Ini selalu merebut hati dan kuping saya untuk mendengarkan lagu lagu terbaru dan terlama dari Nidji.

Nidjiholic, always!

3. Maher Zain

Saya suka dengan musik religi, salah satunya adalah lantunan dari Maher Zain. Lagu lagunya yang begitu syahdu dan begitu kuat maknanya. Saya menyimpan semua lagu dari Maher Zain dari yang lama sampai yang terbaru.

Pernah, sewaktu saya kena cacar pas zaman kuliah dulu. Di dalam kamar kos, saya memutar lagu lagu Maher Zain, terutama pas saat bagian lagu "Number One For Me" itu asli nangis sejadi-jadinya. Entah kenapa, rasanya liriknya begitu pas. Tentang kedewasaan seorang anak terhadap ibu nya dan janji agar selalu membahagiakan.

Hati pun basah

Maher Zain, Keep Pray on music!

4. Black Eyed Peas

Nah, vocal group dari negeri Paman Sam ini termasuk salah satu favorit saya untuk bidang musik beat. Aliran R&B dan TechnoPop Black Eyed Peas sukses menggerakkan badan setiap mendengarkan lagunya.

Waktu zaman nge kos dulu, saya bahkan pernah buat video Lipsing salah satu lagu mereka yang berjudul "Dirty Bit" ,memalukan memang. Tapi rasanya puas. Hahaha.

Gaya musik yang ditawarkan Will.I.Am dan kawan kawan ini begitu nyentrik dan out of the box. Karakter suara yang berbeda-beda, konsep video musik yang ciamik dan juga lirik liriknya yang sukses buat lidah kelilit. Menjadi alasan saya untuk menempatkan mereka dalam playlist musik.

B.E.P rock and roll!

5.Big Bang

'Hah, apa an sih. Korea korea. Kayak banci mereka tuh"

Itu salah satu percakapan saya dan teman saya di masa lampau, berarti pakai past tense. Apa sih.

Perkataan itu ternyata mengandung karma. Bukan bukan, saya masih normal bukan banci.

Dulunya, saya sempat membenci korea atau kpop karena menurut saya agak kurang enak melihat sekelompok pria menari-nari sambil bernyanyi. Pas saat kuliah, ternyata tampilan musik k-pop semakin modern. Dengan kostum, tatanan set panggung, tata gerak yang mantap dan sulit ditiru.

Saya awalnya sudah lama tahu dengan nama Big Bang. Cuma belum tahu yang mana orangnya dan aliran musiknya seperti apa.

Pertengahan 2012, saya iseng mencari tahu Big Bang di YouTube. Kebetulan saat itu mereka sedang launching lagu barunya, "Fantastic Baby". Setelah melihat video musiknya, asli langsung jatuh hati.

Kenapa? Mereka menawarkan kualitas suara yang mumpuni.
G- Dragon dengan Rap, T.O.P dengan suara beratnya, Daesung dengan power vokalnya, dan
Taeyang dengan gaya hip hop nya.

*Sampai hafal nama personilnya*

Yes, I'm V.I.P

Big Bang menonjolkan olah vokal yang menarik, tidak sekedar menari-nari sok kecakepan. Bahkan mereka pun tidak ada gerakan dance nya kalau di musik video. Salut.

Musiknya asik didengar dan buat gerak badan, walau tidak tahu arti liriknya apa. Hahaha.

Apalagi kalau sedang karaoke, jangan salah kalau banyak yang request lagu Big Bang ke saya. Ketawa lagi. Hahaha.

V.I.P Boom shakalaka!

Oke, itu tadi 5 musisi adalah musisi favorit versi saya, kalau kamu?

Minggu, 11 Januari 2015

Hari Cinta di Dunia ku

Ketika cinta memperkenalkan sejati bentuk dirinya

Ketika cinta adalah sebenarnya cinta

Selamat tanggal 10 Januari :)

Hari Cinta di Dunia ku...

#TravelYear Episode Palembang, Aku Datang!

Selamat hari ke 11 di tahun 2015 para pembaca animan dan budiman

Seperti yang saya sampaikan pada postingan blog sebelum-sebelumnya, saya membahas tentang #TravelYear2015 alias Tahun Perjalanan 2015
Secara garis besar saya ingin di tahun 2015 banyak daerah daerah di Indonesia yang lebih banyak saya kunjungi. Mewujudkan satu demi satu, cita-cita keliling nusantara.
Akhir pekan lalu yang lalu, saya berkesempatan untuk liburan ke kota yang identik dengan Pempek, Jembatan Ampera dan juga Benteng Kuto Besak nya.
Ya apalagi kalau bukan Palembang, tanah Wong Kito Galo.

Palembang merupakan destinasi #TravelYear pertama saya di tahun 2015. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari perjalanan menuju kota yang khas dengan Pempek nya ini.

Pelajaran pertama adalah Belajar Bersabar. Ya,  sabar. Itu adalah kunci dari segala masalah. Ada pepatah bahwasanya Manusia hanya bisa berencana Tuhan yang menentukan. Seperti itulah yang saya alami di liburan pertama saya di tahun 2015 ini. Berawal dari hari Jum’at sore, saya bersama teman saya sudah bersiap siap untuk berangkat dengan menunggu jemputan mobil dari agen travel. Seminggu sebelumnya saya sudah memesan kendaraan travel, semua direncanakan dengan matang. Mulai dari jadwal keberangkatan dan jadwal pulang. Namun ada kendala saat jadwal keberangkatan. Travel yang akan kami tumpangi mengalami keterlambatan diluar prediksi. Karena posisi kami di remote area, kami harus berangkat menuju Kota Jambi terlebih dahulu sebelum ke Kota Palembang. Mobil yang akan membawa ke Kota Jambi ini, tidak menjemput kami sesuai dengan pesanan via telfon. Seharusnya dijemput sekitar jam 5 sore. Ini bahkan sampai pukul setengah 7 malam, kami belum dijemput juga. Akhirnya kami pergi menumpang kendaraan dari perusahaan yang sedang mengantar aparat ke kantor polsek. Kami memutuskan untuk membatalkan travel tersebut, dan memberhentikan mobil di tepi jalan lintas sumatera. Tiba-tiba muncul lah mobil tumpangan Grand Li*ina yang kebetulan bisa menampung dua orang yang nyaris ngegembel di tepi jalan ini.

Setelah berunding, kami pun naik ke mobil mewah tersebut yang sama sekali tidak nyaman rasanya. Terus terang, kami kebagian di kursi paling belakang yang sempit dan karena ini tipe mobil rendah sehingga kami duduk dengan amat tidak nyaman. Kaki tidak leluasa, perut tertekuk. Alhasil, saya langsung mabuk darat. Hoeeek. Lebih lebih lagi, Air Conditioner tidak berfungsi dan mengandalkan jendela terbuka. Angin malam masuk, isi perut keluar. Perfect.

Melihat waktu dan jarak tempuh yang tidak memungkinkan untuk mencapai jam keberangkatan travel. Maka dengan berat hati, kami membatalkan mobil travel yang harusnya kami tumpangi ke Palembang pukul 10 malam. Itu artinya kami harus survive cari kendaraan dari tepi jalan lagi sesampainya disana. Semangat! Disinilah saya mendapat pelajaran kedua, bahwa Banyak jalan menuju Roma, Banyak jalan menuju Ampera. Untungnya saya banyak mendapat masukan dari teman saya. 

Yang saya tak lupakan dari perkataannya adalah “Kan mau backpacker an, harus siap dong. Anggap semua ini adalah bagian dari perjalanan yang menyenangkan” . Dari perkataan tersebut saya merasa terpacu untuk menjadi traveler yang tidak mudah menyerah dan mengganti keluhan menjadi bersyukur. Thanks pak!

Kembali ke perjalanan menuju kota Jambi

Setengah perjalanan, terjadi hal yang tidak “diinginkan”. Ada penumpang yang mabuk darat. Bukan saya, saya mabuk daratnya di perberhentian istirahat. Bodohnya penumpang tersebut tidak meminta berhenti kepada supir untuk muntah secara terhormat. Malah dengan gampangnya, mengeluarkan isi perutnya itu melalui jendela dengan posisi mobil melaju dengan kecepatan penuh. Alhasil, isi perutnya itu berserakan kemana mana di sisi kanan bagian mobilnya. Sampai membuat corak di jendela mobil. Gak banget. Kasihannya, teman saya yang tepat di belakang penumpang tersebut terkena “sedikit” isi perutnya itu. Bukannya minta maaf, penumpang itu berlagak biasa saja merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa. Kembali ke pelajaran pertama, Bersabar.
Perjalanan yang pasti dikenang seumur hidup.

Tibanya kami di Kota Jambi, setengah jam lalu mobil menuju Palembang sudah berangkat, bus yang hendak kami tumpangi pun sudah berangkat 15 menit sebelum kami sampai. Ujian. Kami memilih untuk beristirahat di salah satu rumah makan, disitulah ada abang abang calo yang menawarkan berbagai kendaraan untuk berangkat ke Palembang.  Mulai dari travel pribadi sampai bus. Kami memilih untuk menggunakan yang ditawarkan abang calo itu, bus itu sedang melaju dari pekanbaru. Perkiraan sampai ke Kota Jambi adalah jam 3 pagi. Berarti kami terkatung-katung selama 4 jam. 

Adek lelah bang...

Anehnya saya tidak bisa tidur di waktu itu, posisi tidur yang tidak enak dan pikiran yang tidak tenang menunggu kendaraan. Berkumpul menjadi satu. Ya walaupun akhirnya saya paksa paksakan untuk memejamkan mata barang satu-dua menit.

Pukul 3.30 pagi
Akhirnya bus yang membawa mimpi mimpi ini datang. Lagi lagi kami dapat di bangku paling belakang, itupun kami membayar ke abang calo sesuai harga travel yang akan kami tumpangi. Padahal kami yakin bahwa harga tiket bus tersebut lebih murah. Tapi tak apalah, sesekali beramal ke abang calo. Di bus tersebut, saya memasang headset dan memutar playlist musik. Saya biarkan diri ini pasrah tertidur dari lelah. Lelah menunggu.


Jam yang tertera tidak sesuai dengan kenyataan.

Pukul 10.30 tepat saya tiba di Kota Palembang. Turun dari bus, kemudian kami berpisah. Kalau tujuan saya berlibur, lain dengan teman saya tersebut. Dia ingin menghadiri acara tujuh bulanan istrinya.  Petualangan pun dimulai.

Saya langsung dihadapkan dengan acara kejar-kejaran moda angkutan Trans Musi. Trans Musi ini semacam Trans Jakarta, Cuma tidak ada lintasan khususnya. Dan tidak semua ada halte permanen. Ada yang hanya undakan berubin dengan pegangan dan pembatas. Dengan harga Rp 6.000 anda dapat berkeliling Palembang dengan nyaman. Sebetulnya harga karcisnya Rp 5.000 karena menyesuaikan dengan kenaikan harga BBM mulai per 1 Januari 2015 sehingga naik Rp 1.000,-

Pertama saya memutuskan untuk check in di Hotel. Kamar hotel saya sudah pesan melalui Traveloka App. Setelah sampai di hotel, ternyata keterangan dari resepsionis baru bisa melakukan check-in mulai pukul 2 siang. Akhirnya saya hanya berganti pakaian dan menitipkan barang di lobby hotel. Langsung menuju destinasi pertama saya, Cinema 21 di Palembang Square. Ada dua film indonesia yang bagus untuk ditonton.

Berangkat dari hotel saya naik bus kota seperti kopaja. Tidak jauh dari jalannya bus saya kembali turun, ternyata bus saya tumpangi tidak melalui tempat yang saya tuju. Setelah membayar ongkos Rp 4.000,- kepada kenek bus, saya turun dengan cukup kesal. Karena saya merasa ditipu, sebelum naik bus tersebut saya sudah bertanya tempat yang saya tuju, dan si kenek bus mengiyakan. Tapi dengan gaya tidak bersalahnya ketika di dalam bus, dia bilang bukan naik bus jurusan tersebut. Ah sudahlah.
Seturunnya dari bus, saya memilih berjalan kaki. Hitung-hitung irit ongkos, dan biar lebih sehat. Dengan bantuan Google Maps saya mengetik tujuan tempat, dan memulai navigasi dengan mode jalan kaki.



Jalan kaki biar sehat :)

Kurang lebih 15 menit berjalan tiba lah saya di Palembang Square, langsung memesan tiket film. Saya membagi jadwal menonton saya ke dalam dua waktu, siang dan malam hari. Untuk sore sampai menjelang malamnya sudah saya rencanakan untuk ke Jembatan Ampera dan Benteng Kuto Besak.


Supernova dan Assalamualaikum Beijing, siap ditonton.

Selesai menontom film pertama, saya langsung bergegas ke destinasi selanjutnya menggunakan angkutan umum. Uniknya angkutan umum di Kota Palembang ada dua jenis ada yang jenis carry seperti angkot kebanyakan, dan ada yang seperti ini.



Angkot Palembang :)

Ongkosnya sama seperti naik bus tadi yaitu Rp 4.000,- .Nilai plusnya dengan naik angkutan ini lebih nyaman dan leluasa, saat naik atau menurunkan penumpang dengan tiga pintu di sisi kiri mobil.
Akhirnya, setelah perjalanan panjang dan penuh perjuangan. Tibalah di ikon kota Palembang. 

Jembatan AMPERA!!!!!!



Sore hari, ramai pengunjung

Jembatan Ampera dibangun pada tahun 1962 dan resmi digunakan pada tahun 1965. Awalnya bagian tengah jembatan bisa diangkat agar tiang kapal yang lewat tidak tersangkut di badan jembatan. Namun sejak tahun 1970, aktivitas turun naik jembatan dihentikan karena dianggap mengganggu arus lalu lintas di atasnya.

Ternyata Jembatan Ampera ini sangat dekat dengan Benteng Kuto Besak kurang lebih 500 meter.




Menurut Wikipedia, Benteng kuto besak didirikan sebagai bangunan keraton yang ada pada abad XVIII  menjadi pusat Kesultanan Palembang. Benteng Kuto Besak sekarang ditempati oleh Komando Daerah Militer Sriwijaya.

 

Saya juga mengunjungi Museum Badaruddin, di sisi halaman sebelah kirinya terdapat Arca Budha. Di samping pintu masuk ada banyak pedagang kaki lima dengan beraneka khas makanan palembang yang dijajakan. Saya memilih untuk mencoba Pempek Bakar. Karena sangat jarang ditemui jenis pempek ini daripada jenis lainnya seperti Kapal Selam, Model, Tekwan atau Lenjer.


Pempek Bakar @Rp 1.500. Yummy!

Setelah itu saya memutuskan untuk melintasi jembatan Ampera, untuk menghitung panjangnya secara manual. Tapi sangat disayangkan perjalanan saya melintasi ini terganggu oleh banyaknya pengendara motor yang melanggar aturan lalu lintas, mereka dengan mudahnya menggunakan tempat pejalan kaki sebagai jalan motor.



“348 langkah membelah Sungai Musi dari Atas Jembatan Ampera”

Setelah cukup lelah berjalan, saya beristirahat untuk makan di fast food franchise yang ada di dermaga musi. Tujuannya sih bukan hanya makan. Saya sedang menunggu Ampera di waktu malam. Tepat jam 18.30 saat matahari sudah tenggelam di sisi musi sebelah barat, langit berubah menjadi gelap. Indahnya Ampera pun terlihat




Setelahnya, saya sempatkan ke Masjid Agung Palembang untuk menunaikan Sholat Magrib, tentunya di setiap perjalanan jangan sampai lupa kepada Maha Kuasa ya.

Ada kotak amal dengan tulisan arab dan tulisan belanda kalau tidak salah yang terletak sisi belakang mesjid. Tepat di depan gerbang mesjid Agung Palembang ada Air Mancur yang indah.
     
    


Pesona Mesjid Agung Palembang

Bergegas menuju ke Palembang Square untuk menonton film kedua, sebelum berangkat saya sempatkan untuk berfoto di Monpera. Monumen penderitaan rakyat yang terletak di depan Mesjid Agung hanya dibatasi oleh jalan raya. Namun sayang, monumennya tidak terlalu tampak jelas di malam hari, dan kamera smartphone saya pun kurang jelas menangkap gambarnya.




MONPERA tampak depan

Pukul 10.30 film kedua yang saya tonton selesai, dan saya belum check in hotel. Untungnya ada taksi di depan Palembang Square, tidak lebih dari 10 menit saya sudah sampai ke Tune Hotel.
Hotel yang cukup nyaman dan bersih untuk harga yang tidak terlalu mahal, kurang dari Rp 250.000,- anda sudah mendapatkan fasilitas hotel yang selengkap ini




Jam 12 malam saya tidur,  mengistirahatkan segala lelah badan dan pikiran. Satu mimpi telah terwujud, semoga diberikan kesempatan untuk mewujudkan mimpi #TravelYear2015 selanjutnya, Padang.








Sabtu, 10 Januari 2015

#SemangatMembaca

Membeli Buku adalah investasi yang tak akan ada habis-habisnya, bukan seperti membeli tiket film di bioskop habis sekali pakai.
-Doddy R-

Hobi saya dari dulu adalah membaca. Paling sering ditulis di biodata, entah itu di diary teman atau profil lainnya.

Saya setuju dengan prinsip Buku adalah Jendela Dunia. Dengan membaca kita bisa menjelajah ke berbagai belahan dunia manapun bahkan sampai ke jagad angkasa raya.

Itulah yang mendasari saya sering meminjam buku di perpustakaan sekolah. Saya lebih suka dengan buku bacaan novel. Di beberapa bulan terakhir ini saya selingi juga dengan buku pengembangan diri, motivasi, maupun buku tentang pernikahan. Walau saya belum nikah, boleh dong saya belajar dulu. Hehehe :)

Di tahun 2015 ini, selain saya mengangkat tema #TravelYear seperti yang saya jelaskan di postingan sebelumnya. Saya juga akan mencanangkan gerakan #SemangatMembaca. Gerakan ini diprakarsai oleh hati dan pikiran saya yang haus akan wawasan. Merasa perlu banyak belajar lagi, terlebih dalam tahun ini juga saya ingin menerbitkan Buku Fiksi pertama saya berjudul Mentaya Buitenzorg.

#SemangatMembaca diawali dengan membuat rangkaian daftar buku yang akan di baca selama satu tahun ini. Saya sudah buat wishlist book melalui buku kita kurang lebih ada 18 judul buku. Di luar itu saya juga akan menambah koleksi buku bacaan saya.

Buku kita adalah komunitas buku berbasis toko online. Saya bergabung sejak tahun 2013, sudah begitu banyak buku yang saya beli melalui toko online ini. Senang dengan pelayanan, koleksi dan juga diskon harga bukunya.

Yang paling membantu gerakan #SemangatMembaca ini adalah fitur wishtlist yang ada pada @bukukita. Dengan adanya fitur wishlist, saya bisa menyusun daftar buku bacaan beserta budget rupiah yang perlu saya siapkan untuk

Awalnya saya tidak suka membeli buku, saya lebih sering meminjam. Pertengahan tahun kemarin sampai bulan ini, saya membeli buku baik secara online atau langsung ke toko buku terdekat.

Untuk tahun 2015 saya akan membeli buku secara bertahap, dua buku setiap bulannya. Dengan gerakan #semangatmembaca ini, saya harapkan bisa memotivasi teman teman yang lain agar terus membaca. Buku buku yang kita miliki, akan menjadi warisan anak cucu kita kelak. Bahwa banyak cerita hebat, ilmu bermanfaat, dan makna yang tersirat melalui buku.

Semakin banyak membaca, maka semakin banyak yang bisa kita tuliskan.

Karena saya suka menulis, maka saya perlu banyak membaca. Setiap saya menyelesaikan satu buku bacaan, maka perbendaharaan kata - kata saya semakin bertambah. Dan entah mengapa, saya selalu terstimulasi untuk menulis.

Mengacu kepada ajaran agama yang saya peluk, yakni Wahyu pertama yang diturunkan Allah oleh Nabi Muhammad SAW adalah Iqra! yang artinya Bacalah!

Jangan lupa membaca kitab suci masing masing sesuai ajaran agama yang anda peluk.

Selamat Membaca wahai Para Pembaca.

Kamis, 08 Januari 2015

Hujan Bersamamu

Bersedekap menatap langit bercorak abu
Kilat putih berkejaran di sela awan

Aku disini sedang meratapi hujan
Berdiri dibawahnya merasakan jutaan rasa

Luruh rasa rindu itu bersama partikel air yang jatuh
Berharap bergabung dengannya
Terbawa ke sudut dunia yang sedang merana

Merana karena merindu

Gemuruh langit tak mengusir diri untuk bergeming

Aku ingin hujan bersamamu.

Akulah hujan.

Yang ditunggu
Membawa jutaan cerita
Dan kamu di salah satunya

Cerita rindu, benci, kesal, kecewa, sedih, bahagia, cinta

Ya akulah hujan
Hujan yang selalu bersamamu
Dimanapun itu

Ketika engkau merasakan peliknya hidup ini
Seakan kau sendiri di atas bumi ini

Ketika engkau merasakan bahagia luar biasa
Seakan hanya kau sendiri yang menerimanya

Ketika engkau merasa ingin mengenang sesuatu indah

Ketika engkau hanya menggerutu menyumpah

Ketika itulah hujan datang

Ya akulah hujan

Kamis, 01 Januari 2015

Blog itu...

Selamat Hari Pertama di Tahun 2015

Setelah sekian lama dalam dunia blogging, saya belum pernah menjelaskan Blog di mata saya itu seperti apa.

Pertama kali saya mengenal blog dan punya blog saat kelas 2 SMP. Terinspirasi dari teman saya @igrir yang punya blog di masa masa internet masih tabu di kota kami. Hahahaha. Yang saya ingat baru ada 3 warnet di kota saya tersebut, dan jaraknya berjauhan.

Sebagai anak muda yang tidak mau ketinggalan teknologi, maka saya memutuskan untuk membuat blog. Blog pertama saya bisa dikunjungi di jrdoddy.blogspot.com , isinya betul betul random. Sebagian copy paste, dan semi curhat. Saya terlalu memaksakan untuk menulis, dan saat kelas 1 SMA keinginan saya untuk mengembangkan bakat dalam menulis sedikit demi sedikit terwujudkan dengan adanya social media seperti Facebook. Setidaknya saya terus menulis di status status, apapun itu. Internet saat itu sudah mulai banyak dikenal hal tabu lagi.

Saya membuat blog lagi dengan berbagai konsep, dan ujung ujungnya saya tinggalkan. kasihan blognya di PHP in.

Di perguruan tinggi, saya membuat blog baru karena blog saya sebelumnya hilang karena jasa domain gratisan. Yang harusnya saya setting untuk direct saja ternyata malah permanent.  Gaya penulisan saya banyak dipengaruhi dengan Blog Raditya Dika , Shitlicious dan Kancut Beringas.

Saya merasa masih ikut ikutan, tidak ada istimewa punya blog tapi dengan cermin gambaran tulisan orang lain. Di pertengahan tahun 2014, Blog yang sedang kalian baca inilah dilahirkan. Prinsip saya sampai sekarang adalah "Menulis itu untuk diri sendiri, jika orang lain dan menyukai tulisan kita itu adalah bonusnya" , saya tak peduli dengan jumlah view blog. Dengan prinsip tersebut saya merasa puas setiap posting sebuah tulisan di blog. Tidak ada penyesalan atau keraguan akan tidak dibacanya tulisan saya tersebut.

Blogwalker adalah seorang tamu yang layak dihormati untuk masuk ke rumah dunia maya (Re : Blog ini) saya ini, sepenuhnya saya berikan keleluasaan untuk mengeksplor dan mengkritik setiap karakter tulisan yang terpampang di blog ini.

Blogwalker, Saya ucapkan terima kasih menjadi bagian dari pendewasaan tulisan saya.

Sengaja menggunakan domain nama saya pribadi, agar blog ini lebih personal ke pribadi saya. Dan lebih singkat daripada harus mengetik blogspot lagi. Hehehe.

Di tahun 2014, saya mengembangkan salah satu genre penulisan yang terinspirasi dari Bentang Pustaka. Yaitu Cermin. Cerita Mini. Cerita mini adalah cerita singkat terdiri atas 200-350 kata dan bertema bebas. Saya bersama Saidahumaira membentuk Partner In Write, wadah untuk mengembangkan jenis tulisan ini.

Untuk sementara waktu sampai di akhir 2014 kemarin saya dan Saidahumaira vakum karena kesibukan kerja masing masing, sehingga harapan saya di tahun 2015 ini kami bisa mengembangkan lebih jauh Partner In Write dan CERMIN. Semoga bisa publish sebuah buku kompilasi. Amiin.

Oh iya, kalian bisa membaca hasil karya kolaborasi kami dalam membuat Cermin di blog ini atau di www.saidahumaira.com

Cari saja post blog yang berlabel CERMIN. Setiap harinya kami membuat dengan tema berbeda-beda. Mulai dari politik, kriminal, fantasi, cinta, keluarga maupun misteri.

Anda ingin bergabung dengan Partner In Write? Dengan senang hati kami menerimanya.

Happy New Spirit 2015 Blogger Indonesia! Keep Posting!