Minggu, 31 Mei 2015

Buku Sebuah Pintu Yang Menunggu Jawaban

"Cinta adalah jelmaan sastra tak tertulis"
Selarik kalimat di atas ada dalam buku Sebuah Pintu Yang Menunggu Jawaban.
Tak terasa 3 hari lagi buku kumpulan cerpen terbaru saya itu terbit secara selfpublish bekerjasama dengan LeutikaPrio (Leutika Corp). Tepatnya tanggal 3 Juni 2015 akan terbit eksklusif di LeutikaPrio.com
Kalian bisa memesan langsung via sms ke LeutikaPrio atau via websitenya. Kedepannya saya juga menjual buku tersebut secara offline terbatas untuk wilayah Kalimantan Tengah.
Dalam buku ini kalian akan disuguhkan 17 cerita pendek bergenre romance dan beberapa diantaranya juga ada thriller story tapi tetap membahas tentang cinta.
Penasaran?
Mari sejenak kita memahami cinta melalui sudut pandangnya melalui buku terbaru saya nanti!
Salam Literasi,
Doddy Rakhmat

Jumat, 29 Mei 2015

Asal Usul Batu Akik

Alkisah di sebuah taman yang melegenda, sepasang makhluk setengah jantan setengah betina sedang bercengkerama. Mereka menghitung receh hasil ngamen dengan suara cempreng dan bas betot.
"Ih, mince banyak banget deh hasil kita hari ini. Semakin ke sindang, kita bisa jadi penyanyi kondang. Aw" ujar si Mince, Sang senior berkepang dua.
"Mayanlah buat ke salon" sahut Pince, si junior berambut kriting.
Dari kejauhan, sekelompok pemuda tengil melangkah ke arah mereka,
"Eh bencong, bagi duit. Ini wilayah kite" seorang pemuda berwajah tirus pemimpin kelompok itu angkat bicara.
"WOI! Mulut lu jage ye. Gua sambit nih!" ancam Mince, nada lelakinya muncul, tangannya bersiap melempar dengan batu. Para pemuda tengil itu lari terbirit ketakutan. Beberapa di antaranya menangis, yang lainnya segera bertobat. Takut dikutuk jadi bencong gagal.
"Eh cyin, bagus bingit batu nya" ujar Pince sambil menarik tangan Mince.
"Maca cih cyin. Oh iya, kilau kilau gimana gitu"
"Ada corak kadalnya lho, unyu unyu dech. Buat akika (aku) ya batunya" pinta si Pince
"Kan akika yang nemu batu ini"
"Ih, ini batu akika yang ngasih tau biar ga dilempar"
"Batu akika"
"Akika"
"Akika"
Pertengkaran terhenti setelah mereka ditangkap satpol pp. Batu tersebut tergeletak di jalan. Beberapa saat kemudian, pimpinan kelompok tengil tadi memungut batu tersebut dan bergumam,
"Ini batu akik(a) cyin"
Begitulah asal usul kata Batu Akik.
[Doddy Rakhmat]
29.05.2015

Minggu, 24 Mei 2015

Town Sweet Town Vol.2

Selamat pagi, siang, malam
Para pembaca blog Doddy Rakhmat

Ada kabar gembira untuk kita semua. Cerpen saya masuk dalam buku Town Sweet Town Vol.2 Penerbit Ellunar. Buku antologi ini akan rilis bulan Juni 2015.

Cerpen saya bertajuk kota kelahiran saya, Sampit Kalimantan Tengah. Judulnya Di Tepi Batas Mentaya.

Penasaran? Yuk Pre Order!

Caranya : ketik Nama, TST2, jumlah buku,  Alamat Lengkap, Kode Pos kirim SMS ke 085659314144

Buku ini merupakan buku antologi ketiga saya mulai tahun 2012 dan pada bulan Juni nanti, buku kumpulan cerpen terbaru saya juga akan rilis!

Selamat membaca!

Minggu, 17 Mei 2015

Rambutan Tumbuh Dalam Raga

Suatu malam yang dibungkus hujan. Ribuan kilometer dari tempat aku berbaring, merenungi kenangan yang menghantam dinding-dinding benak. Terlanjur ringkih digerogoti kerinduan.

"Amar, kalau makan rambutan hati-hati. Jangan sampai ketelan bijinya" seru Umak dari kepulan asap dapur. 

Tapih batik melilit pinggangnya. Walau tajam ia menatap, Umak tetaplah Umak. Marahnya tanda kasih. Kadang aku salah menafsir hingga berujung tak tahu terima kasih.

Siang bolong saat terik membakar ubun. Aku dan Ucul bergelayutan ibarat beruk di pepohonan belakang rumah. Tempat membunuh waktu sempurna sehabis sekolah.

"Cul, kata Umak kita tak boleh menelan biji rambutan"

"Orang gila juga tak ada yang mau nelan Mar" jawab Ucul tetangga sekaligus sahabat karibku.

"Bagaimana kalau kita telan saja biji rambutan itu?"

Ucul menyilangkan jari di dahinya. Sudah gila aku, pikirnya.

"Aku tak mudah percaya sama orang lain katakan Cul. Semua harus ada pembuktian"

"Terserah kau lah Mar. Jangan salahkan aku bila hal aneh terjadi" ujar Ucul ketus.

Bertahun-tahun sepeninggal Umak, kakiku melangkah menyeberang pulau. Menelusuri setiap jalan dengan membawa sebuah pertanyaan. "Apa yang terjadi jika aku menelannya?"

Mitos yang pernah kudengar. Jika kita menelan biji rambutan, maka ia akan tumbuh sempurna dalam raga. Aih, tak mungkin, pikirku. Bagaimana sebuah tanaman bisa hidup dalam manusia? Tapi aku menelaah lebih lanjut. Bayi saja bisa tumbuh dalam rahim seorang ibu. Tumbuhan juga makhluk hidup sama seperti bayi bukan? Ya walau aku tahu, tanaman tak menangis merengek seperti orok baru lahir. Setidaknya ia memberikan udara untuk bernafas. Memberi kehidupan.

Rasa keingintahuanku semakin merasuk. Akhirnya, di sebuah persimpangan kota. Aku menyambangi tukang rambutan dan membeli seikat untuk kubawa pulang. Di seperempat malam dimana pikiranku asyik mengkhayal, aku mencomot salah satu buah rambutan. Memandangi buah ajaib yang menyimpan rahasia yang ingin kubuka. Tanpa perintah, aku menelan sempurna. Tidak ada hal apapun yang terjadi. Awalnya kerongkonganku merasa tercekat. Setelahnya tak lagi.

Di luar sana petir menyambar langit, getar gelegar buat berdebar. Aku masih menunggu sesuatu yang terjadi. Dan hanya tersisa gelap.

Pohon rambutan itu betul-betul tumbuh dalam raga. Merambah celah nafas. Mendekap jantung yang berdenyut. Mengikat setiap aliran sel darah. Perlahan pohon itu menghujamkan akar semakin dalam. Menyentuh sebuah ruang kecil dalam hati. 

Umak dengan tapihnya melihat sekeliling seksama pohon itu. Tatap matanya tajam. Tanda kasih. Kupersilahkan Umak memetik sebuah dari salah satu dahannya. Aku berbisik perlahan di telinganya, "Maaf Mak, aku telah durhaka, kali ini aku benar-benar menelannya"

*******
Doddy Rakhmat

Penulis Liar- Penyair - Blogger
www.doddyrakhmat.com

Rabu, 06 Mei 2015

Senja Renta

Basah hujan masih membias di jalanan kota. Hilir mudik belum terlalu ramai. Hanya satu dua kendaraan melesat cepat takut kehilangan kesempatan. Mungkin ia juga lupa dengan kehilangan nyawa.

Bertahun-tahun sudah dalam hiruk pikuk ini, untungnya aku tak pikun. Jemariku masih lihai meracik minuman warna warni itu. Tak mewah tapi ramai dicari penikmatnya.

Senja terlanjur renta bersamaku, waktu tak pernah lelah berputar mengukur zaman. Rambut semakin beruban, badan tampak menanggung beban. Namun, ada sejentik bahagia saat senyum itu mengembang dari pelanggan. Artinya aku melayani raja dengan baik. Mereka adalah raja-raja yang baik. Mereka yang kuharap bisa mengubah masa depan. Memberi sekelumit ketenangan di hari tua yang menjanjikan.

Terima kasih telah menjadi Raja yang baik.
Biarkan sekali lagi senja ikut renta. Agar semua tahu bahwa dunia juga memiliki umur yang tak lama. Sehingga raja-raja tak lupa hakikat tahtanya.

~Doddy R
06.05.2015

#RabuMenulis