Di sepertiga malam dingin, di tengah badai perasaan, aku mengambil beberapa helai kertas dan pena murah warna hitam. Sekuat mungkin aku berpura-pura untuk tidak lapar. Toh, bukankah orang yang sedang jatuh cinta. Tak berselera makan, senang meringkuk di bawah selimut, bersenandung lagu sendu rindu, dan meminum air putih banyak-banyak karena kerongkongan terasa kering setiap saat menggumam namanya.
Sudah sejam aku menunggu ruh pengarang merasuki tubuhku. Menuliskan puisi-puisi hebat, cerita-cerita yang akan terus diingat, utamanya untuk gadis yang sedang kukagumi. Mulan. Aku sudah mengosongkan pikiran, tapi Mulan masih tetap bersemayam di sana. Kertas putih masih kosong, tidak ada sesuatu yang hebat di sana.
Ruh pengarang belum muncul. Padahal aku sudah membuka jendela kamar lebar-lebar. Angin malam menyapa halus wajah. Aku minum air putih lagi.
Mungkin orang yang sedang jatuh cinta, adalah jasad yang selalu diincar oleh ruh pengarang. Mereka berubah menjadi puitis seolah tak kehabisan kata-kata. Dan ruh pengarang dapat tenang usai menyampaikan tulisan mereka yang belum selesai, diputus oleh takdir.
"Ayolah ruh pengarang, masuklah. Tidakkah kau tega membiarkanku jatuh cinta sendirian. Aku butuh bantuanmu."
Ayam tetangga tengah malam berkokok, banyak yang bilang itu pertanda ada jin di sekitarnya. Semoga itu ruh pengarang. Kepalaku tiba-tiba berat, aku mulai mengambil pena dan menulis di atas kertas. Menggila sampai menjelang subuh. Dan tubuh mendadak lemas.
Keesokan pagi, aku membaca dalam hati tulisan tadi malam.
Cinta tak membuatmu lebih atau kurang
Karena kau berada di antaranya
Cinta tidak butuh kata-kata indah
Puisi-puisi cengeng
Atau cerita roman picisan
Cinta, hanya kamu dan aku
Saling mengiyakan
Bukan meniadakan
Cinta perlu saling tahu
Cinta tak pernah datang terlambat
Bahkan sebelum sesal hadir
Karena cinta tak pernah membuatmu menyesal
-Mulan
Ruh pengarang benar-benar datang. Dan dia adalah Mulan.
(Doddy Rakhmat)
Jambi, 7 Mei 2016