Minggu, 15 Februari 2015

KLAUSTRO

Malam mendung, rembulan dimakan awan.

Perlahan melangkah di luar kendali menuju ruang itu. Hanya ada sebilah pintu tak lebar, cukup untuk menyelinap ke dalamnya. Aku diantara enam sisi putih tak berbatas. Pintu masuk tadi sudah lenyap entah kemana. Sekarang hanya memandangi kehampaan.

"Aku dimana? Jawab  pertanyaanku"

Berjalan mengitari ruang tak berujung, membuatku lelah. Sejenak aku duduk di atas lantai berwarna putih susu itu. Seketika aku terhanyut masuk ke dalamnya, lantai begitu kokoh melunak seperti gumpalan awan. Terhempas tapi tak jatuh, aku masih di ruang yang sama. Dinding-dinding berubah tak lagi polos. Ada semacam relief kehidupan disana, tak pandai aku menerka maksud. Yang ku tahu, ukiran itu berkisah tentang manusia dari lahir hingga menjumpai ajal.

Mendadak badan ku basah padahal tak ada air yang tumpah, aku tak tahu. Hanya ada mendung di sisi atas ruang tersebut, tak menunjukan kalau menjadi hujan. Relief itu tergerus perlahan bersama penglihatan yang ikut meredup, hitam. Tak ada cahaya yang kujumpai, hanya gelap dan aku. Badanku masih basah. Entah kenapa.

Mendung berganti bianglala, menjuntai dari sudut ke sudut ruangan. Gelap menjadi cerah, kembali aku bisa melihat diriku disana. Cukup lama kunikmati bianglala tersebut, enggan menghilang. Itu yang kuharapkan.

"Aku ada dimana? Jawab pertanyaanku"

Tidak ada yang menjawab, hanya diriku yang berbicara. Didengar oleh ruang tersebut.

Bianglala perlahan berubah warna. Seperti kehilangan keceriaan. Ruangan berubah menjadi putih abu. Termasuk badanku, apakah ada yang salah dengan  mata ku? Bukan mata ku yang salah, jelas-jelas ruang ini yang berubah.

Kakiku melangkah perlahan, perih. Serasa berjalan di atas pecahan kaca. Tetes merah mengalir di sisi bawah ruangan. Pedang-pedang entah darimana datangnya berjatuhan dari atas ruangan menyayat badanku tanpa ampun. Sakit teramat sangat, ruangan ini terbelah menjadi dua. Aku tenggelam di antara rongganya. Kembali gelap.

Diriku masih meradang, menahan segala perih. Sejenak aku bangkit tapi jatuh kembali. Ruang itu menjadi ruang hampa. Tak ada sisi yang bisa kupijak kokoh. Aku meringkuk ketakutan. Semakin lama ruang itu kian menyempit, menghimpit hingga aku tak bisa tinggal di dalamnya. Termasuk kamu.

"Aku dimana? Jawab pertanyaanku"

Kubuka perlahan kedua kelopak mata, dan terdengar suara

"Klaustro. Ruang sempit tapi luas. Dalam hati mu"

Suara dalam diri menjawab.

Sungai Bengkal, 15 Februari 2015
09 : 28 AM
Meja makan.

4 komentar: