Minggu, 06 September 2015

Serial Ode dan Ara part 2 : Identitas.

"Bagaimana jika seseorang hidup dengan identitas palsu. Apakah artinya mereka memalsukan kehidupan? Kali ini akan lebih sulit, aku dan Ara memalsukan takdir."
Arunika tampak bersahabat, menyambut teramat hangat. Hari ini aku dan Ara akan pergi ke perpustakaan. Mencari referensi untuk tugas sekolah. Alarmku berdering dengan nada yang lain. Sesuatu yang janggal.
"Oh tidak." Aku berteriak, terjatuh dari tempat tidur. Menyadari aku sedang tak berada dalam kamarku. Warna biru muda melapisi dinding kamar. Seingatku kamarku berwarna hitam. Sejak kapan berubah warna? Apakah Paman Yon mengubahnya dalam semalam? Mustahil.
Di atas meja kamar, ada sebuah figura kecil. Gadis dengan rambut kuncir tersenyum dari sana. Astaga, bukankah itu Ara saat kecil? Ini berarti adalah kamarnya. Tapi aku tak bisa mengingat bagaimana aku bisa sampai masuk ke dalam rumahnya.
"Aaaaaaaaaa" Terdengar teriakan dari seberang jalan. Dari rumahku. Aku bergegas keluar, dalam pikiranku sudah jelas aku sedang dikerjai oleh Ara.
"Hei Ara, kamu mau pergi kemana?" Seseorang menegur sebelum aku memutar gagang pintu rumah. Aku menoleh, Bibi June sedang menyantap sarapan di meja makan.
"Ara?" Aku bertanya dalam hati. Tidak mungkin. Tiba tiba aku merasakan sesuatu hal buruk terjadi.
"Aaa.. Aku mau keluar sebentar Bi." Jawabku gugup.
Segera aku berlari keluar. Dan hal buruk sekaligus ajaib itu benar adanya. Aku melihat seorang perempuan di pantulan kaca jendela rumah. Perempuan yang sangat familiar. Ara.
"AAAAAAAAAAAA" Aku menjerit setelah mendapati aku di seberang jalan.
"Ara."
"Ode."
Kami memanggil bersamaan. Jalanan lengang. Aku dan Ara bertemu di tengah jalan. Memandangi aneh sekaligus meratapi apa yang terjadi. Pertanyaan terbesar.
Bagaimana bisa.
"Bagaimana ini bisa terjadi Ode?"
"Entahlah aku juga tak paham." Suara yang kami keluarkan adalah suara masing-masing. Ode bersuara Ara dan sebaliknya. Tapi dalam diri kami masing-masing mendengarkan suara yang asli.
"Aku takut Ode. Cepat atau lambat Paman dan Bibi kita pasti tahu apa yang terjadi." Ara terlihat khawatir, ada kelucuan saat melihat diri kita didiami oleh orang lain. Ode kini terlihat sedikit feminim, dan Ara lebih maskulin.
"Sampai kapan kita merahasiakan hal ini?"
"Bagaimana sampai besok? Aku harap semua berubah setelah bangun dari tidur esok pagi."
Kami akhirnya bersepakat menjalani satu hari pertukaran raga itu. Namun sungguh miris, keesokan paginya kami masih tak berubah. Semua terasa canggung. Saat berada dalam kamar wanita dan mengenakan pakaian mereka.
Aku menemui Ara lagi. Ia tampak sedih. Baru kali ini seorang Ode menangis. Lekas aku menarik tangannya, mengajaknya berjalan ke tengah kota. Aku tahu sebuah pantangan bila perempuan membonceng laki-laki naik sepeda. Aku tahu Ara tak bisa mengendarainya walau ia memiliki tubuhku.
Kami memilih kafe tak ramai pengunjung. Namanya Atlantis. Seperti negeri yang hilang. Kuharap semua masalah kami hilang disana.
"Sekarang apa yang harus kita perbuat? Kau tidak sedang berbuat lelucon kan Ode?"
"Tentu tidak, menukar tubuh apakah itu terlihat sebagai sebuah lelucon?" Jawabku sedikit emosi.
"Apa artinya kita sekarang sedang memalsukan takdir. Menukar kehidupan yang harus kita jalani?"
"Entahlah Ara, aku sedang memikirkan bagaimana ini bisa terjadi. Sebaiknya kita ke bukit dua hari lalu. Mungkin ada sebuah petunjuk disana."
Beberapa saat kemudian kami tiba ke tempat yang baru aku ciptakan beberapa hari lalu. Pohon itu kering. Kehilangan dedaunan rindangnya. Padahal baru dua hari lalu daun hijaunya masih tampak segar. Aku mengelilingi pepohonan dan menemukan sebuah gundukan kecil. Tanpa ragu aku menggalinya, dan menemukan sebuah dua buah liontin berbentuk hati.
"Apa itu Ode?"
"Dua buah liontin. Aku akan membukanya."
Saat aku membukanya kami berdua terseret masuk dalam pusaran, sekeliling kami ikut terbawa ke dalam dua buah liontin itu.
Kepalaku pusing. Ajaibnya aku melihat Ara yang terbaring di sampingku. Akhirnya kami kembali.  Ara terbangun dan menyadari bahwa dirinya juga telah kembali normal.
Liontin itu tersemat di leher kami. Tidak ada yang berubah dari sekitar. Namun sebuah suara memasuki pikiran kami, berbicara langsung.
"Selamat bagi kalian Ode dan Ara. Liontin itu adalah benda galaksi yang teramat langka. Tercipta sepasang dan tak terpisahkan. Barangsiapa yang saling menukar dan memakainya maka secara langsung kalian akan bertukar takdir. Seperti yang kalian rasakan sebelumnya. Liontin itu kami namakan Life and Death. Pergunakanlah secara bijak."
Kami saling berpandangan. Memegang liontin berwarna hitam yang kumiliki, dan Ara dengan warna putih kepunyaannya. Apakah ini sebuah bencana?
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar