Senin, 07 September 2015

Aku Yang Dinikahkan

'Aku Yang Dinikahkan'

Warung kopi, sebuah kafe di tengah kota. Menghabiskan obrolan tak berguna antara aku dan Roy dari masa sekolah sampai kerja.

"Ah gila kali kau Jo. Zaman sudah android masih aja dinikahin. Sebegitu parahkah kehidupan cinta kau?"

"Sial kau Roy. Mana mungkin aku mau dinikahkan, palingan aku kabur."

"Tak yakin aku kau berani melawan Ayah kau itu."

Aku terdiam. Benar apa yang dibilang Roy, aku tak akan pernah berani menentang apa yang dikatakan Ayah. Melawan berarti durhaka. Pantang aku mematahkan keputusannya. Tapi kali ini aku berpikir dua kali. Apa kata orang seorang pejantan dari tanah sumatera seperti ku dinikahkan dengan seorang gadis konglomerat yang fisiknya , jauh dari apa yang aku idamkan.

"Heh, melamun aja kau. Udah lupakan acara perjodohan itu."

Kami melanjutkan permainan menghitung mobil lewat.

Aku pulang belum terlalu larut. Ayah duduk di ruang bacanya. Menyambut kedatanganku. Buku bacaannya ia tutup. Tebalnya cukup membuat bengkak muka jika dilemparkan.

"Dari warung kopi itu lagi Jo?"

"Iya yah."

"Duduk dulu, ada yang mau Ayah bicarakan."

Pasti tentang perkara pernikahan lagi, pikirku. Aku menghempaskan badan ke sofa. Ayah mulai membuka pembicaraan seriusnya.

"Apa kau sudah siap dinikahi oleh Siska, Jo?"

"Ehm, iya yah." Jawabku setengah hati.

"Sebetulnya ini adalah impian dari dulu Jo. Aku ingin sekali anak-anak Ayah dinikahi oleh konglomerat, bangsawan, berdarah biru."

Sebuah impian gila, pikirku lagi. Siapa yang punya impian, siapa yang kena getahnya. Hari itu akhirnya tiba. Siska dan keluarganya mendatangi rumahku. Aku mengajaknya ke tepi kolam di belakang rumah. Rasanya aku ingin menceburkan disana, namun aku urungkan niat. Selain dingin, hanya akan membuat malu keluarga.

"Bang Jo, maukah menikah denganku?" Tanya Siska malu-malu, persis seperti remaja baru jatuh cinta.

Aku gemetar. Seumur hidup ini adalah momen aneh yang pernah terjadi. Dan aku harus menjawab iya.

"Iya. Aku bersedia."

Semua tiba-tiba berubah begitu cepat. Penghulu, ruang resepsi, penyanyi dangdut. Memenuhi kepalaku. Aku mengenakan jas hitam dan Siska dengan gaun putih pengantin.

Siska menjabat tangan penghulu. Sebelum ijab kabul terucap, aku menarik tangannya. Ganti aku yang menjabat tangan si penghulu. Adegan tarik menarik pun terjadi. Penghulu berdiri, bangkit dari duduknya dan memarahi kami berdua. Suara dangdut tiba-tiba semakin keras memekakkan telinga. Begitu familiar suara itu dan aku tersadar suara itu dari alarm telepon genggamku. Berulang-ulang.

Sampai aku menekan tombol 'dismiss' dan semuanya berakhir. Aku terbangun. Syukurlah.

~doddy rakhmat
06.09.2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar