Judul di atas memang ada benarnya. Beberapa penulis sudah menuturkan perihal yang sama di tulisan pernah yang saya baca.
Jika diibaratkan sebuah pabrik, penulis menciptakan sendiri bahan baku utama apa yang nanti ia akan bagi ke orang-orang. Keuntungan dari kontrak penerbitan, hak cipta untuk dijadikan film, atau event-event baik secara on maupun off air tidak membuat seorang Penulis menjadi milyarder. Tidak. Lantas mengapa masih banyak orang yang mau menulis? Mereka adalah orang-orang yang memperjuangkan suara-suara dalam pikiran. Mengubahnya menjadi sebuah cerita yang tumbuh dalam diri orang lain. Mereka bahagia, ada yang mau membaca dan tergerak karenanya.
Penulis bisa dikatakan berhasil menjadi orang yang disiplin, mengakui kesalahan serta memperbaikinya. Mengapa demikian? Menulis sebuah buku tentunya memiliki tujuan akhir. Yaitu naskah selesai dan pesan yang disampaikan dapat diterima oleh pembaca. Selanjutnya naskah mentah itu diajukan ke penerbitan. Tentunya para editor bekerja keras menyeleksi naskah yang masuk kemudian akan mulai menyunting naskah yang terpilih. Disitulah tenggat waktu ditetapkan, para penulis harus disiplin menyelesaikan revisi. Lalu, mereka harus 'nrimo' naskah awal mereka dicorat-coret. Beberapa bagian di buang, di ganti, dipadatkan. Namun pada akhirnya semua proses itu akan menghasilkan sebuah buku yang matang dan berkualitas.
"Royaltinya berapa sih?"
Pertanyaan ini sering muncul di lingkungan sekitar penulis. Royalti yang ditetapkan dalam sebuah kontrak penerbitan bisa sampai 15 persen dari hasil penjualan buku. Jika harga tersebut Rp 40.000 maka royaltinya berkisar Rp 5.000- Rp 6.000. Jadi ibarat berjualan seorang penulis tentunya senang jika buku mereka dibeli karena menghargai proses dan jerih payahnya. Menyambung tinta pena ke karya selanjutnya.
Bersyukur jika buku kita bisa menjadi best seller. Tentunya keuntungan secara moril dan materiil akan diperoleh. Terlepas dari itu semua, pada dasarnya menulis tujuan utamanya bukanlah memperkaya diri dengan harta namun memperkaya diri dengan ilmu.
Bagaimana menikmati kehidupan kemudian menuliskannya ke dalam deretan huruf. Menjadikannya kenangan paling indah di kehidupan. Meninggalkan sesuatu yang abadi demi orang banyak. Sesuatu yang abadi itu ialah tulisan. Ia akan selalu hidup dalam apa yang ia tuliskan.
*Doddy Rakhmat
Penulis buku Sebuah Pintu Yang Menunggu Jawaban.
www.doddyrakhmat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar