Rabu, 16 September 2015

Setoples Kunang-Kunang

Dan setoples kunang-kunang itu digendong dan ditimangnya. Berjalan menyusuri setapak berbatu. Melintasi kota yang kala malam dibunuh sunyi. Anaknya hilang, anaknya berubah menjadi setoples kunang-kunang. Ratih, orang memberi namanya demikian. Sering merintih, menangis ditinggal suami dan anaknya.
Ia akan berdiri lama di depan sekolah, di depan panti asuhan, di depan taman bermain anak. Menjelang malam kunang-kunang itulah yang menjadi juru kemudi hidupnya. Menerangi kehampaan yang ia bawa.
Hanya berharap belas kasih para tetangga atau warga kota yang sedang bernasib mujur memberinya makan.
Sisanya ia akan berjalan jauh kembali dengan setoples kunang-kunang.
Serangga berpendar yang dibawanya itu lebih baik baginya daripada seekor anjing atau kucing. Ia tak menuntut minta makan. Hanya bercahaya lalu redup selamanya. Ada tiga puluh kunang-kunang dalam stoples, tiap hari berkurang satu. Kini tinggal tiga kunang-kunang beterbangan didalamnya.
Tiga hari lagi, maka habislah sudah anak-anaknya. Lenyaplah sudah statusnya sebagai ibu. Iya bertanya bagaimana Tuhan teramat tega menggantikan anaknya dengan setoples kunang-kunang.
Namun Tuhan tak pernah menjawab Ratih, karena ia hanya bertanya, bertanya, bertanya namun telah lupa dengan hakikat berdoa, berdoa, berdoa.
Kunang-kunang terakhir telah redup. Ratih mengubur setoples jasad kunang-kunang di dekat danau. Lalu, ia menyiramnya. Seolah-olah itu adalah tanaman. Berharap tumbuh dan berbuah bayi-bayi yang lucu.
~doddy rakhmat
16.09.2015

3 komentar: