Selasa, 31 Maret 2015

Presiden Aisenodni

Baru seminggu saya dilantik menjadi orang nomor satu negeri ini.  Ratusan juta memandang, walau aku tak yakin semuanya melihat saya bersumpah menjadi pemimpin negara Aisenodni.  Mengenakan peci beludru lengkap dengan jas hitam plus dasi merah mengkilap. Gagah sekali.

Setelah pelantikan itu saya kembali mengenakan topeng, sudah lama saya tidak memakainya.  Dimana kesedihan, lelah dan letih yang saya rasakan dalam hati juga perlu waktunya sendiri. Saya tutupi dengan topeng kebahagiaan, agar rakyatku selalu bahagia.  Walau menurutnya regulasi yang dijalankan terkadang ditentang.  Tak apa, semua orang punya hak berpendapat.  Namun berpendapatlah yang cerdas, bukan mengandalkan ego dan modus ikut-ikutan.

Mungkin kalian pernah mendengar sebuah lagu dengan potongan lirik seperti ini,
"5 menit kita memilih, 5 tahun kan kita jalani" . Menurut saya, kata 'kita' disana itu lebih menitikberatkan pada saya yang dipilih dan menjalani amanah. Nah, bagaimana kalau kalian saya beri kesempatan 5 menit saja setiap harinya untuk berada posisi saya. Maka bagai badai, semua aspirasi rakyat akan menggaung isi kepala tanpa dipersilahkan.  Pernah tahukan kalian lagi di pasar?  Riuhnya kurang lebih seperti itu tapi bedanya ada di dalam kepala dan batinmu.  Bahkan berbicara dengan diripun rasanya sulit. Malam, adalah waktu yang tepat untuk merenung, setidaknya riuh itu lebih jauh berkurang.  Karena sudah banyak yang tertidur seperti kebanyakan anggota 'perwakilan rakyat' saat rapat. 

Saya ini sebetulnya juga manusia biasa.  Bukan superman atau tokoh jagoan kalian yang keren dan hebat.  Ada sekitar kurang lebih 200 juta orang di negara Aisenodni, satu hari ada 86.400 detik, seandainya saja setiap rakyat mengeluarkan pendapatnya.  Jika diasumsikan satu orang satu detik maka perlu waktu sekitar 6 tahun untuk saya dengar semua aspirasinya, eh malah keburu sudah selesai masa tugas. Belum lagi harus diwujudkan satu per satu apa yang diaspirasikan, tanpa rakyat presiden itu tidak ada apa-apanya.  Tapi bagaimana rakyat tanpa presiden? 

Kemanapun saya pergi bukan hanya ajudan saya yang mengikuti tapi sepasang makhluk Tuhan bernama Malaikat Raqib dan Atid juga mengawasi.  Mereka tidak pernah luput mencatat setiap amal perbuatan.  Saya heran, apakah 'anggota' saya yang main uang panas itu sudah melupakan kedua malaikat tadi?  Atau lebih parah mereka sudah lupa dengan Tuhan?  Saya tidak perlu ditakuti, wong saya ini manusia juga.  Masih suka makan nasi sama tempe.  Pesan saya buat anggota, "Ingatlah Tuhan. Kematian itu hanya berjarak tipis dengan kehidupan. Buat apa berpesta pora di dunia kalau ujungnya masuk bui abadi bernama neraka"

Ini Hari ketujuh saya menjadi Presiden Aisenodni, lantas bagaimana hari berikutnya? Apakah kalian ingin mencoba?

Ayolah, kalian pandai berandai-andai.  Andai aku jadi presiden dan segala macamnya.  Ini kehidupan realita, bukan negeri dongeng penuh reka. Buktikan!

~Doddy R
31.03.2015

2 komentar:

  1. Ngga kebayang betapa beratnya mengemban amanah rakyat, apalagi kebanyakan dari rakyat selalu menuntut.. :(

    BalasHapus