Minggu, 17 Mei 2015

Rambutan Tumbuh Dalam Raga

Suatu malam yang dibungkus hujan. Ribuan kilometer dari tempat aku berbaring, merenungi kenangan yang menghantam dinding-dinding benak. Terlanjur ringkih digerogoti kerinduan.

"Amar, kalau makan rambutan hati-hati. Jangan sampai ketelan bijinya" seru Umak dari kepulan asap dapur. 

Tapih batik melilit pinggangnya. Walau tajam ia menatap, Umak tetaplah Umak. Marahnya tanda kasih. Kadang aku salah menafsir hingga berujung tak tahu terima kasih.

Siang bolong saat terik membakar ubun. Aku dan Ucul bergelayutan ibarat beruk di pepohonan belakang rumah. Tempat membunuh waktu sempurna sehabis sekolah.

"Cul, kata Umak kita tak boleh menelan biji rambutan"

"Orang gila juga tak ada yang mau nelan Mar" jawab Ucul tetangga sekaligus sahabat karibku.

"Bagaimana kalau kita telan saja biji rambutan itu?"

Ucul menyilangkan jari di dahinya. Sudah gila aku, pikirnya.

"Aku tak mudah percaya sama orang lain katakan Cul. Semua harus ada pembuktian"

"Terserah kau lah Mar. Jangan salahkan aku bila hal aneh terjadi" ujar Ucul ketus.

Bertahun-tahun sepeninggal Umak, kakiku melangkah menyeberang pulau. Menelusuri setiap jalan dengan membawa sebuah pertanyaan. "Apa yang terjadi jika aku menelannya?"

Mitos yang pernah kudengar. Jika kita menelan biji rambutan, maka ia akan tumbuh sempurna dalam raga. Aih, tak mungkin, pikirku. Bagaimana sebuah tanaman bisa hidup dalam manusia? Tapi aku menelaah lebih lanjut. Bayi saja bisa tumbuh dalam rahim seorang ibu. Tumbuhan juga makhluk hidup sama seperti bayi bukan? Ya walau aku tahu, tanaman tak menangis merengek seperti orok baru lahir. Setidaknya ia memberikan udara untuk bernafas. Memberi kehidupan.

Rasa keingintahuanku semakin merasuk. Akhirnya, di sebuah persimpangan kota. Aku menyambangi tukang rambutan dan membeli seikat untuk kubawa pulang. Di seperempat malam dimana pikiranku asyik mengkhayal, aku mencomot salah satu buah rambutan. Memandangi buah ajaib yang menyimpan rahasia yang ingin kubuka. Tanpa perintah, aku menelan sempurna. Tidak ada hal apapun yang terjadi. Awalnya kerongkonganku merasa tercekat. Setelahnya tak lagi.

Di luar sana petir menyambar langit, getar gelegar buat berdebar. Aku masih menunggu sesuatu yang terjadi. Dan hanya tersisa gelap.

Pohon rambutan itu betul-betul tumbuh dalam raga. Merambah celah nafas. Mendekap jantung yang berdenyut. Mengikat setiap aliran sel darah. Perlahan pohon itu menghujamkan akar semakin dalam. Menyentuh sebuah ruang kecil dalam hati. 

Umak dengan tapihnya melihat sekeliling seksama pohon itu. Tatap matanya tajam. Tanda kasih. Kupersilahkan Umak memetik sebuah dari salah satu dahannya. Aku berbisik perlahan di telinganya, "Maaf Mak, aku telah durhaka, kali ini aku benar-benar menelannya"

*******
Doddy Rakhmat

Penulis Liar- Penyair - Blogger
www.doddyrakhmat.com

2 komentar:

  1. Haahhaha iya dulu aku juga dibilangin kayak gitu mueheheh

    BalasHapus
  2. Dan mitosnya jika menelan biji rambutan memang begitu, akan tumbuh dari dalam tubuh

    BalasHapus