Minggu, 05 Februari 2017

#4 Sampit, Kota Sejuta Kenangan

Sampit adalah kota sejuta kenangan dan kesempatan. Bumi Habaring Hurung, demikian semboyan kabupaten Kotawaringin Timur menunjukkan bahwa dengan Gotong Royong kita semua bisa membangun sebuah tempat tinggal yang aman dan nyaman bagi semua masyarakatnya.


Kata Sampit menurut referensi yang pernah saya baca, asalnya dari bahasa cina yaitu angka 31. Konon zaman dahulu kala, ada 31 Pedagang Tiongkok yang datang mengunjungi daerah tersebut. Saat ini Sampit sebagai ibukota Kotawaringin Timur telah berusia 64 tahun. Banyak hal yang sudah dilewati oleh kota Sampit. Terutama yang tidak terlupakan adalah kerusuhan antar etnis di tahun 2001. Butuh waktu untuk memulihkan perekonomian dan pembangunan kota. Namun 16 tahun kemudian, Sampit maju demikian pesatnya. Warga-warganya damai dan rukun. Perekonomian membaik. Investor-investor banyak membangun daerah. Perusahaan besar multinasional yang bergerak di bidang industri kelapa sawit maupun pertambangan membangun usaha mereka. Dan yang paling penting, Sampit menjadi kota yang mempunyai sejuta kesempatan. Lapangan kerja terbuka lebar dan usaha kecil menengah semakin banyak bermunculan.


Saya lahir 24 tahun lalu di sebuah rumah yang terletak di jalan kelapa sawit sekarang Jalan S.Parman. Kenapa di sebut kelapa sawit karena dulu di sepanjang jalan baik sisi kiri maupun kanan ada pohon kelapa sawit yang tinggi menjulang. Berdasarkan informasi dari orang tua saya, kelapa sawit itu ditanam oleh orang belanda. Namun sekitar menjelang tahun 2000, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menumbang semua pohon kelapa sawit karena faktor keselamatan. Beberapa kali kejadian saat cuaca kurang baik, angin kencang maupun hujan deras. Pohon kelapa sawit tua itu tumbang ke jalan. Beruntungnya tidak ada korban jiwa maupun kerugian material yang ditimbulkan. Sekarang, pohon-pohon ketapang tumbuh tinggi di sepanjang tepian jalan. Upaya pemerintah untuk melakukan penghijauan nampaknya membuahkan hasil. Namun kondisi pohon ketapang yang sudah terlalu tinggi juga membahayakan terlebih lagi akan mengganggu instalasi kabel listrik.


Dari zaman kecil sampai remaja, sepeda menjadi andalan saya untuk mengelilingi kota Sampit, saya sudah paham betul jalan maupun gang di sana. Tapi yang paling saya sering takutkan adalah kalau sudah ada anjing. Maka saya harus memutar jalan lain. Walaupun jarak saya dengan anjing itu masih 20 meter. Karena saya punya pengalaman buruk dikejar anjing.


Tempat favorit saya sampai sekarang adalah Sungai Mentaya. Letaknya kurang lebih 1 km arah timur dari rumah saya. Hampir setiap sore yang luang, saya selalu menyempatkan berkunjung ke sana. Apalagi kini pemerintah telah membangun Monumen Ikan Jelawat persis di tepian Sungai Mentaya sehingga menjadi potensi wisata yang baik bagi penduduk lokal maupun luar. Seolah-olah saya sedang berkontemplasi tentang kehidupan ketika memandangi riak sungai Mentaya. Dan kalau ada teman-teman, biasanya kami menyusuri sungai Mentaya menggunakan kelotok (perahu bermotor). Suara ciap burung di langit yang hendak pulang kala senja, deru mesin kelotok, deburan air sungai, menjadi hal yang saya selalu rindukan.
Monumen Ikan Jelawat. (Credit : Drone.sampit)


Setiap saya pulang cuti sekarang rasanya belum afdol kalau belum mencicipi kuliner-kuliner yang ada di Sampit. Mulai dari telur mata gajah, nasi kuning, lontong banjar, sampai dengan pentol. Tentu yang paling saya idamkan adalah masakan mamak saya. Apalagi kalau beliau sudah buat Lempeng. Alias pancake ala sampit. Hehehe. Hampir setiap tahun ada saja tempat makan yang baru. Entah itu kafe-kafe kecil, sampai dengan restoran jepang. Zaman saya sekolah dulu, tidak ada namanya coffeshop, resto siap saji seperti KFC, namun sekarang sudah banyak jumlahnya. Dan untuk pusat perbelanjaan pun sekarang sudah di bangun Borneo City Mall. Akhirnya Sampit punya Mall. Walaupun satu. Dan yang membahagiakan lagi, tahun ini akan dibuka bioskop Cinemaxx. Ini adalah kabar baik untuk warga Sampit dan sekitarnya. Karena kalau mau ke bioskop selama ini harus ke ibukota provinsi dulu di Palangkaraya sana.


Sampit, Kota Sejuta Kenangan. Kenangan-kenangan yang baik dengan orang-orang yang saya sayangi. Keluarga, sahabat maupun guru-guru di sekolah saya dulu. Saya berkeinginan kuat untuk pulang ke Sampit, ikut mengembangkan kota yang saya cintai, menghabiskan waktu bersama orang tua, dan membangun keluarga baru kelak.


"Karena muara dari segala rindu adalah tempat di mana kita dilahirkan, dibesarkan oleh harapan-harapan baik."
(Doddy Rakhmat)

#28harimenulis #hari4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar