Sabtu, 04 Februari 2017

#3 Paris Yang Manis

Di bawah langit malam yang diterangi bulan, Sungai Seine mengalir indah membelah kota Paris, kemegahan Menara Eiffel yang menjulang dan  menjadi daya tarik semua orang yang bertandang ke salah satu negara Eropa tersebut. Paris, Perancis yang manis.

Saya selalu berangan-angan nanti bisa menghabiskan bulan madu bersama pasangan saya di sana, menuliskan puisi romantis dan membacakan untuknya langsung di hadapan Eiffel.

Dari zaman SMA, saya sudah bermimpi untuk ke sana. Sebelum Novel Edensor karya Andrea Hirata rilis, hati kecil saya berkata suatu saat saya akan menjejakkan kaki ke sana. Jalan-jalan gratis,  sambil kuliah sastra di sana. Mimpi yang indah. Saya melihat Paris tidak hanya sebagai sebuah pusat mode, tapi juga keindahan tata kotanya yang bernyawa. Bangunan-bangunan yang berkarakter yang kuat. Bahkan keinginan saya semakin menjadi-jadi setelah menonton film 99 Cahaya Di Langit Eropa. Menapak tilas sejarah sebaran ajaran agama Islam yang ternyata berpengaruh besar di sana. Jika ditarik garis lurus ke arah timur maka Champs-Elysees, Tugu Emas (Obelisk Monument), Air Mancur Besar, hingga Museum Louvre, dan Arc De Triomphe atau Gerbang Kemenangan yang dibangun oleh Napoleon masih dalam satu lini yang sama dengan Ka'bah di Makkah.

Beberapa tahun lalu, saya juga sempat tergabung di grup Whatsapp belajar Bahasa Prancis, tidak dipungut biaya alias gratis. Namun grup tersebut tidak bertahan lama, sudah tidak aktif dan ditinggal oleh para mentornya. Padahal saya sedang semangat-semangatnya belajar. Baik segi pelafalan maupun penulisannya. Walau baru di tahap awal, mulai dari sapaan hingga percakapan ringan untuk pemula. Yah, setidaknya sekarang sudah ada Google Translate. Sudah cukuplah buat jadi modal jalan-jalan ke luar negeri. Ya, nggak? Dan entah kenapa, saya senang mendengarkan aksen orang-orang perancis. Dengan kondisi saya yang cadel, rasanya tidak terlalu susah untuk melafalkan kosakatanya.

Belakangan saya iseng-iseng melihat harga tiket Jakarta- Prancis, dan yang paling murah ada dari maskapai Thai Airways dengan satu kali transit di Bangkok, waktu perjalanan menjadi 22 jam 45 menit. Harganya Rp 6.468.600 sudah termasuk pajak. Dan yang paling mahal sampai 102 juta untuk sekali penerbangan. Sudah bisa beli mobil satu sepertinya. Atau bangun perpustakaan kecil yang saya idam-idamkan.

Tiba-tiba saya mau mengurus paspor saya yang masih belum jadi dibuat. Kali saja, ada tawaran trip gratisan, hehehe. Saya siap menerimanya.

"Sejauh apapun perjalanan yang kita tempuh kelak, mimpi dan doa kita bergerak lebih jauh dari apa yang kita bayangkan, menembus langit, jangan pernah biarkan diri kita berhenti bermimpi."

(Doddy Rakhmat)

#28harimenulis #hari3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar