Tubuh saling bersandar
Ke arah mata angin berbeda
Lagu dari salah satu penyanyi favoritku itu entah ke berapa kalinya kumainkan di pemutar musik. Mungkin mereka pun lelah menyuarakannya untuk kudengar. Bagiku tidak, aku tetap setia mendengarkannya hingga akhir lirik, hingga nada ditutup sempurna oleh senandung sang penyanyi.
Sejak perpisahan kita setahun silam, rasanya aku dapat mendengarkan denting hujan lebih nyaring seolah telingaku seribu lebih peka daripada sebelumnya. Aku terus memikirkan apakah keputusan itu sudah tepat? Karena jujur saja semuanya terlalu berat, sesampainya foto kita berdua masih dipeluk hangat dalam dompetku. Kenangan tidak bisa diusir pergi, walaupun yang memilikinya telah pergi.
Kau menunggu datangnya malam
Saat kumenanti fajar
Tiada perbedaan yang benar-benar membuat orang bertengkar hebat, mereka hanya terlalu mempertahankan ego masing-masing. Kita tidak bertengkar, hanya mengalami pergulatan batin yang dimenangkan oleh diri masing-masing. Aku mungkin terlihat tegar saat mengucap kata pisah denganmu. Dan kamu pun terlihat kecewa. Namun sungguh dalam relung hati, aku tak bisa menyingkirkanmu dari ruang istimewa ke biasa-biasa saja.
Malam siang semua berputar mengukur seberapa lama kita telah berpisah. Rasanya ada yang kosong, aku tak bisa membohongi diri sendiri. Entah apakah kamu pun begitu?
Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Ingatkah kita saat bercanda, bercerita hingga larut, aku tidak ingin terlepas dari suaramu yang khas. Yang membangunkan getaran-getaran cinta dalam hati, membuat aliran darah berdesir hangat walaupun dingin kadang menusuk. Apakah kita bisa mengulanginya lagi? Dan tawamu yang tak pernah bosan kudengar, masihkah seperti saat itu?
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang
Semua orang pasti takut akan perpisahan, kesendirian dan kehilangan. Naluri manusia tak bisa kupungkiri. Pasca perpisahan itu, tak mudah aku melalui hari. Aku terlihat cengeng, mendengar lagu mellow langsung teringat tentangmu. Pria dewasa yang kau kenal itu kembali jadi anak kecil yang kehilangan permen. Ia menangis sekencang-kencangnya, walau dalam hati. Aku tak pernah menghilang, aku menjaga jarak untukmu untuk masa depan, jikalau memang kamu jadi jodoh bagi orang lain, apakah aku rela? Apakah aku harus menentang takdir Tuhan?
Perdebatan apapun menuju kata pisah
Jangan paksakan genggamanmu
Kita tak pernah berdebat, kamu terlalu banyak bersabar walau aku sering lalai meninggalkanmu saat berbicara dalam telfon. Tanpa permisi aku berbicara seenaknya kepada orang lain di luar telepon, tak memikirkan perasaanmu. Dan aku terlambat menyadari. Betapa bodohnya aku ini.
Entah kusebut apa saat menggenggam tanganmu dalam taksi kala itu, tapi itu termasuk hal terindah yang aku rasakan di dunia. Ada rasa nyaman luar biasa, menenggelamkan rindu berbulan-bulan. Walau sebenarnya aku tidak yakin itu disebut genggaman lebih seperti memangku tanganmu dengan tanganku.
Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya
Tak lagi kumilikmu
Tiada sedetikpun aku mengijinkan rasa yang kumiliki pergi jauh darimu. Aku memang tak pernah benar-benar memilikimu. Belum lebih tepatnya. Hanya ragaku yang berjalan jauh, menahan segala ucap yang belum pantas aku tujukan padamu sampai suatu hari kamu bersanding denganku jika memang ditakdir demikian. Ketahuilah, aku telah berbohong berbulan-bulan jika aku bilang tidak menyukaimu.
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
Kutetap teman baikmu
Sebenarnya aku tidak pernah pergi, walau kaki saling berjauhan. Aku tetap di sini. Mengejarmu. Menyimpanmu dalam doa.
Doddy R
04.02.2016
*nb lebih baik membacanya sembari mendengarkan lagu Pamit oleh Tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar