Kamis, 25 Juni 2015

Pagi Buta di Padang Edelweiss

Aku tahu matahari selalu datang tepat waktu, tak pernah terlambat sedikitpun. Selalu menawarkan janji-janji kehidupan para pemimpi.

Di atas awan, aku dapat merasakan kesenyapan langit. Tempat doa-doa disampaikan oleh makhluk-makhluk Tuhan. Tetes embun menyentuh kulit, rasa dingin melindap masuk melalui sweater buatan Mama. Tenang, menghangatkan. Walau ia tak ada di sampingku untuk mendekap. Namun di setiap rajutannya, ada kasih sayang tak terucap.

Mama, bagaimana kabarmu disana? Di belahan dunia paling jauh dari tempat sekarang ku berpijak. Aku pun tak menyangka, dapat melangkah sejauh ini, setinggi ini. Tentunya, ada Ailee yang setia mendampingiku untuk melangkah. Menuntunku bila aku meragu. Dan memapahku bila aku lelah.

Udara terasa sesak, untung saja Tuhan masih baik hati memberikan kami berdua kesempatan sampai di ribuan kaki dari permukaan laut.  Walau aku tak pernah tahu, seperti apa kemegahan ciptaan Tuhan yang besar ini. Tapi Ailee yang setia menjadi 'mata' ku untuk melihat. Lengkung senyumnya yang indah, menjalar dari kening saat ia mengecup lembut setiba kami di puncak gunung.

Hidup adalah perjalanan-perjalanan. Perjalanan ini begitu berarti. Sebab, di padang Edelweiss inilah, Mama. Sedikit demi sedikit di setiap langkah ku jejak, ada rasa syukur akan nikmat-Nya. Ada keabadian yang ditawarkan oleh bunga-bunga gunung, tentang cinta yang maha besar untuk Sang Pencipta. Tentang gelap, jangan biarkan ia membutakan hati. Mimpi-mimpi itu terus bertumbuh walau dunia tak terlihat. Ingatlah, bahwa dunia masih melihatmu, terlebih lagi Tuhan yang tak pernah luput mengawasi makhluk-Nya.

[Doddy Rakhmat]
25.05.2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar