Sabtu, 06 Februari 2016

Tanpa Cinta

Di suatu malam yang tak begitu ditunggu-tunggu oleh Odin namun begitu didamba banyak sejoli memadu kasih. Ia memilih duduk di antara keramaian sebuah warung di salah satu sudut kota. Deru mesin dan knalpot yang dipacu kencang menggerung jalan bersaing dengan teriakan para penonton bola. 

Di tengah keramaian itu, Odin semacam mendapat ketenangan. Suara-suara sekitar menciptakan gua yang nyaman untuknya bersemayam. Ia tak begitu peduli dengan si kulit bundar ditayangkan di sebuah televisi layar datar di dekatnya. Ia hanya ingin menghabiskan waktu. Ia ingin menyambut hari esok lebih cepat. Sampai warung tak tersisa pengunjung barulah dirinya pulang. Walaupun esok ia gamang membawa hidupnya kemana. 


Lalu ia berjalan menyusuri gang-gang sempit menuju rumahnya di tanah perantauan. Bulan bulat sempurna berpendar di tengah langit malam. Sisa genangan air hujan tersimpan di jalan-jalan tak terawat yang hanya sibuk diributkan tanpa perbaikan. Kota hampir mati diselimuti lelap. Lampu-lampu jalan meremang. 

Odin berhenti sejenak, menyulut sebatang rokok sisa yang dipungutnya di bangku taman. Orang yang membuangnya terlalu angkuh tak menghabiskan rejeki semacam itu. Di kepalanya berkecamuk banyak hal. Mungkin bila sebuah kapal dilepas di dalamnya maka ia akan terombang-ambing diamuk badai pikiran. 

Jam tangan pemberian Abangnya masih mengikat di pergelangan. Tengah malam. Selamat datang hari yang baru, gumamnya dalam hati. Pertanda Kegamangan lain menyambutnya kembali. Hidup baginya hanyalah sekumpulan kecemasan yang harus dijinakkan. Namun kecemasan itu hanya bermuara pada suatu hal. Cinta. 

Selama ini ia menyadari bahwa ia telah kehilangan cintanya. Bahkan cintanya kepada diri sendiri. Ia bingung mau dibawa kemana lagi mimpi dalam kepalanya yang sudah tak tertampung lagi. Tanpa cinta, ia mati.

~Doddy Rakhmat
06.02.2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar