Pertengkaran tadi malam sama hebatnya dengan hujan yang tumpah ke bumi. Sumpah serapah keluar bersahutan dari mulut Pang dan Ulis. Meributkan urusan kopi yang tak tersaji saat Pang pulang kerja. Mereka telah dibutakan oleh rasa cemburu yang dipendam masing-masing, hingga membakar amarah dalam diri mereka.
Pang keluar dari rumah setelah membalik meja kayu ruang tamu. Berdebam keras. Ia tahu kalau Ulis mulai dijodoh-jodohkan dengan lelaki lain yang lebih kaya menurut orang tuanya.
Persetan dengan cinta, umpat sang mertua kala Ulis memohon untuk tidak menjodohkannya padahal ia masih bersuami.
Pandangannya mengabur kalap, kepalanya semarak dengan ide-ide jahat. Langkahnya diburu oleh ribuan setan dalam hati. Memegang pisau untuk membuka karung yang sering dibawanya bekerja. Pang mendatangi kedua mertuanya yang baru saja menghadiri kawinan tetangga. Di gang sempit komplek, tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Pisau digenggamannya sudah bekerja. Menghujam jantung Ibu Mertuanya. Sang suami membela, menampar Pang namun pukulannya terlalu pelan. Tenaganya ringkih dimakan usia. Si menantu menendangnya hingga jatuh tersungkur. Seketika ia menghujani tubuh kedua mertuanya dengan pisau tanpa ampun. Bau amis darah menyeruak. Teriakan mereka mengundang warga kampung. Darah menggenang di got-got bercampur air comberan. Warga bak pahlawan kesiangan hanya menemukan dua jasad orang tua yang bertindihan. Tidak ada Pang di sana. Hanya ada jejak-jejak kaki warna merah darah di jalanan. Menjauh dari tempat perkara.
------
Anjing itu mengetuk pintu rumah berkali-kali. Melolong minta dikasihani. Bersaing parau dengan suara kumandang takbir. Anjing itu tetap menangis hingga pagi. Seolah meminta pengampunan. Anjing itu telah membunuh orang tua yang terlalu egois dengan pendiriannya. Anjing itu suaminya sendiri.
Tidak ada yang kembali ke fitrah menurut Ulis. Suaminya telah menodai bulan penuh berkah dimana orang-orang menjadi suci bersih. Pang diringkus saat ia kembali ke rumah Ulis untuk meminta maaf. Bahkan gadis yang dinikahinya, yang telah menemaninya tidur menghabiskan malam-malam yang dingin tak menampakkan hidungnya barang sejenak.
------
Setelah mendekam di balik dinginnya jeruji besi hampir seperempat abad, Pang bebas. Ia melangkah merdeka keluar dari dinding beton yang menutup dirinya, melenggang mengenakan kemeja yang sama saat ia masuk. Tak berubah warna dan baunya. Dan yang ia pikirkan pertama kali adalah Ulis. Apakah istrinya itu masih menanti seorang mantan pembunuh? Atau sudah tenggelam dalan pelukan lelaki lain.
Selama dalam pengasingan, Pang sering tidur telanjang, membiarkan angin malam menusuknya hingga menggigil. Berharap malaikat maut ada di antaranya. Sipir-sipir yang berjaga kadang menganggapnya sudah tak waras. Bahkan Pang menjadi sosok pendiam, jarang ditemui ia berbicara sepatah dua patah kata dengan penghuni lainnya.
Membunuh mertuanya adalah hal tergila seumur hidup. Ia sudah muak dengan nasihat yang tak lebih dari sekedar cercaan. Meremehkan pekerjaan kasarnya sebagai tukang pikul karung-karung beras di pasar. Karena belum memiliki rumah, Pang menumpang tinggal di rumah mertuanya. Itupun ia jalani dengan berat hati mengingat rumah sempit itu dipaksakan ditinggali dua keluarga. Ibu mertuanya bagai burung berkicau kesana kemari, menceritakan aib keluarganya sendiri. Menyesal atas restu yang diberikannya kepada Pang untuk menikahi anak gadisnya. Hingga tercetus pemikiran bodoh oleh kedua mertuanya untuk menjodohkan Ulis kepada pria lain.
Warga-warga yang masih mengingat kejadian itu memilih masuk rumah. Enggan menegur sapa dengan orang yang pernah membunuh keji. Pang terus berjalan, seakan tak peduli dengan masa lalunya. Sudah cukup 23 tahun baginya memikirkan dan merenungi di balik gelapnya hotel prodeo.
Rumah yang ditujunya hanya tersisa puing-puing kebakaran, dalam akalnya bermunculan dugaan-dugaan dangkal. Apakah istrinya hangus terbakar di dalamnya saat kejadian atau sempat melarikan diri dan menghilang selamanya dari peredaran Pang. Pang tersenyum. Senyum yang ditahannya selama 23 tahun
~Doddy R
09.02.2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar