Lama tak mendengar suaramu, dan baru kali ini aku
merasa bahwa merindukanmu adalah penantian panjang. Seperti hujan di
tengah kemarau yang tak kunjung datang. Tanah-tanah retak ditimpa
gersang.
Terakhir aku hanya mencuri dengar suaramu dari sebuah
puisi yang kau rekam. Aku selalu mendengarkannya saat pikiranku lelah
dan jenuh dengan pekerjaan. Jangan berpikiran bahwa dirimu hanya sebuah
pelampiasan. Tidak. Karena aku percaya dengan mendengar suaramu,
memulihkan tenaga dan semangat yang hampir padam.
Kapankah aku bisa mendengar suaramu lagi? Bercakap hingga waktu berlalu tanpa kita sadari. Di setiap pembicaraaan, kita segan untuk mengakhiri. Karena ada rindu yang hinggap, dan perpisahan yang tak ingin kita temui.
Bayanganmu menggaung di pikiran bersama suara tawa dan nada-nada cemas bila aku belum mengabarimu.
Percayalah, tidak semua orang menyukai jarak. Tetapi banyak yang bilang, itu menjadi semacam kekuatan bila kita berhasil melaluinya.
Dan kamu yang selalu sabar menghadapi aku yang acuh, sering meninggalkanmu sendiri menggantung di ujung pembicaraan. Dan aku menyadari bahwa itu adalah hal bodoh yang pernah aku perbuat.
Jika ada mesin waktu dan juga sedikit kepercayaan padamu, aku ingin menghapus segala kebodohan masa lalu. Yang senantiasa menyakitimu tanpa kusadari.
Dan izinkan sekali lagi aku mendengar suaramu, walau hanya sekadar sapa. Namun sudah cukup menghapus rasa nestapa.
•Doddy Rakhmat
06.11.2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar