Senin, 13 Juli 2015

Ketapang Pekarangan

Daun-daun kering berserakan di pekarangan. Bunyi kerapuhannya terdengar dari telapak sendalku. Sudah bertahun-tahun rumah ini tidak dihuni. Sebuah bangunan kayu berwarna putih berdiri kokoh sama seperti dulu. Dengan pohon ketapang yang tumbuh di seluruh penjuru halaman.

Sepotong kenangan itu tiba-tiba menelisik kepada aku yang termangu. Seperti inikah hati yang kosong? Tidak ada yang tinggal di dalamnya? Hingga ketapang-ketapang itu tumbuh dimana-mana. Rindang, meneduhkan seperti rindu yang dibiarkan. Perlahan-lahan hati dibuatnya sesak.

Ada rahasia yang belum sempat kusampaikan kepadamu. Sudah lama kutanam bersama sebuah pohon ketapang di pekarangan. Sebuah rahasia yang akan menjawab segala rahasia.

Ingatkah kamu saat kita membeli bibit-bibit pohon ketapang di sebuah akhir pekan, awal pernikahan kita. Tentu saja kamu mengingatnya, aku masih hafal parasmu yang begitu gembira kuajak menghias pekarangan rumah kita ini.

Diam-diam di setiap ketapang yang kita tanam, aku membuang segala keraguanku tentangmu. Segala kebencian terhadap masa lalu. Apapun yang membuatku cemas. Termasuk rasa cinta. Mengapa? Bagiku mencintaimu adalah sebuah kecemasan. Karena aku selalu khawatir dengan apa yang sudah aku lakukan padamu. Betulkah kau melihatnya sebagai sebuah cinta? Aku khawatir tidak bisa menepati janji sehidup semati. Dan lihatlah sekarang, rasa cemas itu tumbuh semakin besar. Semakin rindang. Meranggas ke langit-langit seperti ketapang di pekarangan.

Sekarang kau tahu rahasia terbesar dalam hidupku, bagaimana dengan rahasiamu? Maukah kau membisikkannya untukku? Aku tahu kamu cemas, tenang saja. Aku pun sama.

~doddy rakhmat
13.07.2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar