Kamis, 19 Mei 2016

Melawan Hujan

Aku dan kamu masih percaya bahwa kebahagiaan itu bukan tumbuh setelah hal-hal menyedihkan terjadi. Seperti kehilangan. Kehilangan diri sendiri.

Aku pernah mengalaminya beberapa tahun silam. Ya, aku kehilangan diri sendiri karena kehilanganmu. Dan aku tidak menemukannya di manapun. Di puluhan film yang kutonton, puluhan buku yang kubaca maupun ratusan kalimat yang kutulis. Hujan yang katamu mengantar banyak kenangan berubah menjadi mimpi buruk setiap ia datang. Aku menggigil karena rindu yang kandas tak menemukan labuhan. Aku tenggelam dalam lautan manusia yang berpikiran sama tentang cinta. Mereka punya pemikiran,

"Kamu pasti akan mendapat penggantinya yang lebih baik lagi."

Menemukanmu lagi di raga yang lain bukan perkara mudah, aku enggan membandingkanmu dengan seseorang yang baru. Mungkin kami akan mendatangi tempat yang sama yang pernah kita kunjungi. Tapi itu akan terasa berbeda, aku mulai mengumpulkan kenangan-kenangan yang seharusnya kuhapus sejak lama. Lagu kesukaan kita mengalun dari pengeras suara, aku menggamit kedua tangannya. Aku berpikir, dia bukan kamu. Lagu-lagu itu mengantarkanku pada rambut dan matamu bukan kepada wajahnya. Kepada senyummu yang berbeda dengannya; senyum dua jari yang menawan.

Hujan pengantar mimpi buruk selalu hadir tepat waktu ketika malam akhir pekan. Aku masih berdiri di bawah kerumunan orang yang berpikiran sama, bahwa ketika kehilangan orang yang kita cinta, maka segera cari penggantinya. Hujan tak seindah masa silam, di mana kita saling berkejaran, membuat kenangan, melawan hujan.

Aku ingin kita melawan hujan walau kita tak lagi berdiri berdampingan, melupakan luka hingga reda.

(Doddy Rakhmat)
18.05.2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar